Minggu, 08 Februari 2009

Menuju Pemikiran Hukum Progresif di Indonesia
Oleh: Prof. Dr. H.R. Otje Salman Soemadiningrat, SH.


A Pendahuluan
Memasuki situasi transisi dan perubahan yang sangat cepat saat ini, hukum Indonesia memiliki banyak catatan untuk dikaji. Satu yang hendak kita bicarakan pada bagian ini, yaitu pandangan seorang yang dapat disebut pakar yang selama ini senantiasa melihat hukum melalui cara pandang berbeda. Satjipto Rahardjo, barang kali bukan nama yang asing bagi kalangan praktisi dan akademisi hukum di Indonesia. Buah karyanya dalam berbagai tulisan telah memberikan nuansa baru bagi perkembangan hukum.
Ada beberapa alasan mengapa pemikiran beliau dikemukakan dalam tulisan ini. Pertama, alasan paling logis, bahwa salah satu penulis memiliki kedekatan (hubungan intelektual) dengan beliau, sehingga cukup memudahkan untuk memetakan secara garis besar pemikiran beliau tentang hukum di Indonesia. Kedua, sejauh ini beberapa pemikir lain di bidang hukum sudah banyak diulas dalam beberapa buku, baik untuk tingkat dasar (pengantar) sampai tingkat lanjut tentang hukum Indonesia, sebut saja beberapa tulisan dan karya Mochtar Kusumahatmadja, Soerjono Soekanto dan lain-lain. Ketiga, orisinalitas pemikiran Satjipto Rahardjo mewakili konteks berpikir kontemporer atau postmodernis, sesuai dengan tujuan penyusunan buku ini, yaitu menyangkut perkembangan yang luar biasa pesat dalam ilmu dan hukum harus mengantisipasi perkembantgan tersebut. Keempat, substansi pemikiran yang diajukan mengarah kepada pembentukan teori hukum.
Hukum adalah sebuah tatanan (Hukum ada dalam sebuah tatanan yang paling tidak dapat dibagi kedalam tiga yaitu : tatanan transedental, tatanan sosial dan tatanan politik.) yang utuh (holistik) selalu bergerak, baik secara evolutif maupun revolusioner. Sifat pergerakan itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihilangkan atau ditiadakan, tetapi sebagai sesuatu yang eksis dan prinsipil. Keping pemikiran demikian itu akan dijumpai dalam banyak gagasan tentang hukum yang dicetuskan oleh Satjipto Rahardjo. Bagi Satjipto Rahardjo, hukum bukanlah sekedar logika semata, lebih daripada itu hukum merupakan ilmu sebenarnya (genuine science),(Satjipto Rahardjo melihat hukum sebagai objek ilmu daripada profesi, dengan selalu berusaha untuk memahami atau melihat kaitan dengan hal-hal dibelakang hukum, keinginan untuk melihat logika social dari hukum lebih besar daripada logika hukum atau perundang-undangan), yang harus selalu dimaknai sehingga selalu up to date. Pemikiran konvensional yang selama ini menguasai/mendominasi karakteriktik berpikir ilmuwan hukum, bagi Satjipto merupakan tragedi pemikiran.
Satjipto Rahardjo merupakan salah satu pemikir hukum Indonesia yang cukup produktif. Prof. Tjip, begitu orang-orang menyebutnya, lebih terkenal (khususnya) di dunia akademis sebagai ‘Begawan Hukum’. Pemikirannya akan banyak dijumpai dalam berbagai bentuk, baik lisan maupun tulisan, buku teks atau tercerai berai di berbagai surat kabar dalam bentuk artikel dan makalah seminar/diskusi. Substansinya sangat beragam bahkan sangat luas, mulai dari hal yang bersifat filosofis, sosiologis bahkan anthropologis dan religius. Ciri pemikirannya sesuai dengan perkembangan saat ini dapat dimasukan ke dalam pemikir kontemporer dalam ilmu hukum postmodernis sekaligus kritis.
Salah satu dari sekian banyak idenya tentang hukum adalah apa yang disebutnya sebagai ‘Pemikiran Hukum Progresif’, yaitu semacam refleksi dari perjalanan intelektualnya selama menjadi musafir ilmu. Tulisan yang ada dalam buku ini, hanya berupa sketsa kecil dan bisa jadi tidak dapat menggambarkan substansi, konsep dan pesan yang ada didalamnya. Karena fokusnya lebih kepada kutipan-kutipan dari pidato emeritusnya, juga beberapa diskusi di ruang kelas dan di ruang seminar, (khususnya dengan salah satu penulis buku ini), ketika mengikuti pendidikan Program Doktor Ilmu Hukum di Undip Semarang.
Meskipun demikian, sebagai sebuah tulisan berbentuk sketsa hal ini cukup representative, mengingat kedalam substansi yang dikemukakan dalam pidato emeritusnya dan juga materi diskusi. Esensi utama pemikirannya, berangkat dari konsep bahwa hukum bukan sebagai sebuah produk yang selesai ketika diundangkan atau hukum tidak selesai ketika tertera menjadi kalimat yang rapih dan bagus, tetapi melalui proses pemaknaan yang tidak pernah berhenti maka hukum akan menampilkan jati dirinya yaitu sebagai sebuah “ilmu”. Proses pemaknaan itu digambarkannya sebagai sebuah proses pendewasaan sekaligus pematangan, sebagaimana sejarah melalui periodesasi ilmu memperlihatkan runtuh dan bagunannya sebuah teori, yang dalam terminologi Kuhn disebut sebagai “lompatan paradigmatika”.

B. Profesi dan Ilmu
Bagi Satjipto Rahardjo, lahirnya program Pascasarjana dalam pendidikan hukum di Indonesia, pada tahun 1980-an merupakan sebuah pembalikan paradigmatik (revolusioner) dalam dunia pendidikan hukum, sebagaimana dijelaskan, “Dikatakan sebagai revolusi, oleh karena sejak dibuka rechtshogeschool di jaman kolonial Belanda pada tahun 1922, maka Indonesia hanya mengenal program profesi saja. Maka sungguh revolusionerlah sifat atau kualitas perubahan pada pertengahan tahun 1980-an itu, mulai saat itu Indonesia tidak hanya mengenal pendidikan profesi, melainkan juga keilmuan, khususnya dalam bidang hukum…”
Apalagi setelah dibukanya Program Doktor Ilmu Hukum, khususnya di UNDIP, maka lebih jelaslah kedudukan hukum sebagai objek ilmu, dan mengokohkan eksistensi tentang program keilmuan. Sehingga mereka yang hendak kuliah di Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, tidak harus memiliki latar belakang formal SI Hukum. Konsekuensi yang muncul, bahwa para ilmuwan hukum akan diajak untuk menjelajah hukum secara luas yang intinya tidak lain adalah searching for truth (pencarian kebenaran). Inilah sebuah inti pemikiran beliau, bahwa setiap akademisi hukum memiliki kewajiban untuk upaya pencarian kebenaran. Pencarian kebenaran inilah sebenarnya disebutnya sebagai proses pemaknaan terhadap hukum, dan ini pula merupakan kesadaran visioner, bahwa tugas ilmuwan adalah mencerahkan masyarakat, sehingga dunia pendidikan memberikan kontribusi dan tidak melakukan pemborosan.
Selama ini, khususnya sebelum lahirnya S2-S3, pendidikan hukum lebih bersifat kepada apa yang disebutnya dengan Lawyers Law, atau Law for the lawyers atau Law for the professional, setiap orang dibawa dan diarahkan untuk menjadi seorang profesional, dan sisi buruknya muncul pandangan bahwa itulah satu-satunya kebenaran, bahwa hukum hanyalah ada dalam wilayah yang disebut dengan “logika hukum”. Pandangan ini kemudian berkembang lebih jauh bahkan mendominasi dan menghegemoni, sehingga setiap orang apabila berbicara hukum seolah-olah hanya wilayah “logika hukum”itulah kebenaran, di luar wilayah itu bukanlah hukum. Namun dengan munculnya pendidikan S2 dan S3, maka wilayah kebenaran (hukum) menjadi jauh lebih luas daripada gambaran hukum yang sudah direduksi menjadi sekedar Lawyers Law.
Untuk melihat lebih jelas persoalan diatas, Satjipto Raharjo memberikan gambaran tentang kajian dua domain pendidikan yang berbeda itu, dengan menjelaskan bahwa pendidikan hukum Profesional, dan pendidikan S2 dan S3, akan melihat hukum sebagai berikut;

ILMU HUKUM
Sebenar Ilmu Ilmu Praktis
Science
Genuine Science: What is a law?
Credo: in search for the truth, the truth about law.
Pencarian, Pembebasan dan pencerahan.
Indefinitive; batas-batasnya kabur.
Orientasi: komunitas dunia ilmu.
Kesadaran: pencarian kebenaran meski pada saat yang sama kita tidak dapat menggenggam kebenaran tersebut. Ilmu Hukum Positif; What should be considers as law?
a. Praktis;
b. Keterampilan/skill hukum positif;
c. Profesional Study; Lawyers Law-Law for the lawyers.
d. Credo: “Rules and Logic”
e. Concern: What to do?, How to do?
f. Mempertahankan hukum positif Final definitive.







C. Ilmu Hukum yang Selalu Bergeser
Penjelasan lain yang berkaitan dengan persoala diatas, adalah sikap ilmuwan yang harus senantiasa menyikapi ilmu sebagai sesuatu yang terus berubah, bergerak dan mengalir, demikian pula ilmu hukum. Garis perbatasan Ilmu Hukum selalu bergeser sebagaimana dijelaskan,
“… Maka menjadi tidak mengherankan bahwa baris perbatasan ilmu pengetahuan selalu berubah, bergeser, lebih maju dan lebih maju ….”
Dengan mencontohkan pergeseran paradikmatik dalam ilmu fisika khususnya pemikitan Newton yang terkenal dan pada waktu itu menghegomoni para fisikawan kemudian digantikan oleh era baru dengan munculnya teori kuantum modern yang pada kenyataannya lebih mampu menjawab persoalan-persoalan fisika yang tidak terpecahkan sebelumnya. Harus diakui bahwa Fisika Newton telah memberikan jasa luar biasa besar terhadap persoalan-persoalan fisika yang bersifat makro, logis, terukur dan melihat hubungan sebab akibat (mekanis), namun tidak mampu menjawab persoalan mikro, yang bersifat relative, kabur, tidak pasti, namun lebih menyeluruh. Lahirnya teori kuantum modern yang memecahkan kebuntuan dari teori fisika Newton tersebut, selanjutnya merubah cara pandang ilmuwan tentang realitas alam semesta. Perubahan itu tentu saja dimaknai secara bervariasi oleh setiap orang yang mencermatinya, namun hakekat utamanya jelas bahwa lahirnya teori kuantum adalah penjelasan paling logis bahwa ilmu senantiasa berada di tepi garis yang labil.
Satjipto Raharjo mencoba menyoroti kondisi di atas ke dalam situasi ilmu-ilmu sosial, termasuk Ilmu Hukum, meski tidak sedramatis dalam ilmu fisika, tetapi pada dasarnya terjadi perubahan yang fenomenal mengenai hukum yang dirumuskannya dengan kalimat “dari yang sederhana menjadi rumit” dan “dari yang terkotak-kotak menjadi satu kesatuan”. Inilah yang disebutnya sebagai “pandangan holistik dalam ilmu (hukum). Pandangan holistik ini memberikan kesadaran visioner bahwa sesuatu dalam tatanan tertentu memiliki bagian yang saling berkaitan baik dengan bagian lainnya atau dengan keseluruhannya. Misalnya saja untuk memahami manusia secara utuh tidak cukup hanya memahami, mata, telinga, tangan, kaki atau otak saja, tetapi harus dipahami secara menyeluruh. Diilhami oleh gagasan Edward O. Wilson melalui tulisannya yaitu Consilience; The Unity of Knowledge, membawa kita kepada pandangan pencerahan tentang kesatuan pengetahuan, sebagaimana dijelaskan Ian G. Barbour, “Wilson berpendapat bahwa kemajuan sains merupakan awal untuk melakukan penyatuan (unifikasi) antara sains alam, sains sosial dan sains kemanusiaan. Pencarian hubungan antar disiplin merupakan tugas yang sangat penting, dan Wilson menghinpun beberapa disiplin secara luas dan anggun”.
Menurutnya tumbangnya era Newton mengisyaratkan suatu perubahan penting dalam metodologi ilmu dan sebaiknya hukum juga memperhatikannya dengan cermat. Karena adanya kesamaan antara metode Newton yang linier, matematis dan deterministic dengan metode hukum yang analytical-positivism atau rechtdogmatiek yaitu bahwa alam (dalam terminology Newton) atau Hukum dalam terminologi positivistic (Kelsen dan Austin) dilihat sebagai suatu sistem yang tersusun logis, teratur dan tanpa cacat. Dengan munculnya teori kuantum, bahkan teori keos, imbasnya terasa sekali kepada perkembangan pemikiran hukum. Maka situasi atau yang selama ini teramalkan dalam konsep yang dijelaskan diatas (Kelsen dan Austin) menjadi tatanan yang tidak dapat diprediksi, acak, simpang siur, dan dramatis.
Gagasan fisika kuantum tersebut di atas dengan relativitasnya, membantu kita untuk tidak memutlakan gagasan dan nilai yang kita pegang, tidak ada di dunia ini yang mutlak, yang paling benar dan paling baik sendiri, yang mutlak hanya Allah. Pemutlakan terhadap kebenaran yang relatif di atas itu pada dasarnya akan merusak kreativitas. Bagi Satjipto Rahardjo, teori bukanlah harga mati, karena sejarah perkembangan ilmu pengetahuan telah membuktikan itu semua sejak jaman Yunani hingga masa di era Postmodernini. Oleh karenanya ilmu hukum selalu berada pada suatu pijakan yang sangat labil dan atau selalu berubah (the changing frontier of science) dan ini pula yang disebutnya dengan “the state of the arts in science”. Oleh karena itu kalimat yang senantiasa muncul adalah ‘hukum selalu mengalami referendum’.
Bagi Satjipto Raharjo, berpikir teoretis bagi para ilmuwan hukum adalah mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu gagasan beliau lebih kepada bagaimana para ilmuwan hendaknya mengembangkan semangat untuk tetap menjaga cara berpikir yang demikian itu, karena melalui jalur tersebut akan membawa kita semua sampai kepada apa yang disebutnya dengan “The Formation of Theory” (membangun teori). Teori menurutnya adalah, Giving name-explanation, given new meaning. Para lmuwan hukum seharusnya mencoba berpikir kearah sana. Dan semua ilmuwan sangat terbuka/diundang untuk memasuki wilayah ini.
Teori pada dasarnya sangat ditentukan oleh bagaimana orang atau sebuah komunitas memandang apa yang disebut hukum itu, artinya apa yang sedang terjadi atau perubahan yang tengah terjadi dimana komunitas itu hidup sangat berpengaruh terhadap cara pandangnya tentang hukum. Misalnya saja lahirnya pemikiran positivistic dalam Ilmu Hukum sangat dipengaruhi oleh perkembangan filsafat positivistic yang saat itu tengah booming. Satjipto Rahardjo memberikan penjelasan tentang lahirnya sebuah teori dalam bagan sebagai berikut :





Sebuah teori selanjutnya akan mengalami proses pengkritisan, yaitu terus menerus berada pada wilayah yang labil, selalu berada pada suatu wilayah yang keos. Artinya disini teori bukan sesuatu yang telah jadi, tetapi sebaliknya akan semakin kuat mendapat tantangan dari berbagai perubahan yang terus berlangsung, dan kemudian selanjutnya akan lahir teori-teori baru sebagai wujud dari perubahan yang terus berlangsung tersebut. Teori baru ini menurut Satjipto Rahardjo pada dasarnya, akan memberikan tambahan ilmu, transformasi; bergerak, dan proses pemaknaan baru, dengan demikian struktur ilmu berubah secara total. Gambaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut:



D. Kritik Terhadap Hukum Modern
Satu hal yang cukup penting dari gagasan Satjipto Rahardjo, adalah kritiknya terhadap dominasi hokum modern, yang telah mengerangkeng kecerdasan (berfikir) kebanyakan ilmuwan hukum di indonesia. Sejak munculnya hukum modern, seluruh tatanan social yang ada mengalami perubahan luar biasa. Kemunculan hukum modern tidak terlepas dari munculnya negara modern. Negara bertujuan untuk menata kehidupan masyarakat, dan pada saat yang sama kekuasaan negara menjadi sangat hegemonial, sehingga seluruh yang ada dalam lingkup kekuasaan negara harus diberi label negara, undang-undang negara, peradilan negara, polisi negara, hakim negara dan seterusnya. Bagi hukum ini merupakan sebuah puncak perkembangan yang ujungnya berakhir pada dogmatisme hukum, liberalisme, kapitalisme, formalisme dan kodifikasi.
Namun demikian Satjipto Rahardjo menjelaskan, bahwa memasuki akhir abad 20 dan awal abad 21, nampak sebuah perubahan yang cukup penting, yaitu dimulainya perlawanan terhadap dominasi atau kekuasaan negara tersebut. Dalam ilmu, pandangan ini muncul dan diusung oleh para pemikir post-modernis, sehingga dengan demikian sifat hegemonal dari Negara perlahan-lahan dibatasi, dan mulai muncul pluralisme dalam masyarakat, Negara tidak lagi absolute kekuasaannya. Muncullah apa yang disebut dengan kearifan-kearifan lokal, bahwa Negara ternyata bukan satu-satunya kebenaran. Inilah yang digambarkan oleh Satjipto Rahardjo sebagai gambaran transformasi hukum yang mengalami “bifurcation” (pencabangan) dari corak hukum yang bersifat formalism, rasional dan bertumpu pada prosedur, namun di samping itu muncul pula apa pemikiran yang lebih mengedepankan substansial justice, sebagaimana dijelaskan,
“Disinilah hukum modern berada di persimpangan sebab antara keadilan sudah diputuskan dan hukum sudah diterapkan terdapat perbedaan yang sangat besar. Wilayah keadilan tidak persis sama dengan wilayah hukum positif. Keadaan yang gawat tersebut tampil dengan menyolok pada waktu kita berbicara tentang “supremasi hukum”. Apakah yang kita maksud? Supremasi keadilan atau supremasi undang-undang? Keadaan persimpangan tersebut juga memunculkan pengertian-pengertian seperti “formal justice” atau “legal justice” di satu pihak dan “substansial justce” di pihak lain.



Inilah sebuah sketsa singkat pemikiran seorang yang selalu berada di jalan ilmu, upaya dan semangat yang dikembangkan dengan terus berusaha mencermati perubahan yang terjadi, khususnya di Indonesia, gagasan Satjipto Rahardjo tidak saja memperkaya khasanah pengetahuan hukum tetapi lebih dari itu memberikan sebuah keteladanan bahwa kewajiban bagi seorang ilmuwan adalah selalu bersikap rendah hati dan terbuka, serta memiliki semangat untuk senantiasa berada pada jalur pencarian, pembebasan dan pencerahan. Itulah pesan yang merupakan hakekat dari apa yang disebutnya “pemikiran hukum yang progres

Jumat, 06 Februari 2009

Pornografi dan Pornoaksi dalam Perspektif Filsafat Hukum Islam

PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM DAN HUKUM ISLAM
Gatot Sugiharto

PENDAHULUAN.
Hidup dalam tatanan masyarakat yang aman, tenteram dan sejahtera merupakan dambaan setiap manusia, munculnya tindakan-tindakan amoral/ asusila merupakan konsekuensi dari globalisasi yang berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Fitrah manusia sebagai makhluk yang paling sempurna adalah makhluk yang bermoral dan mampu berprilaku susila/baik, karena telah dikaruniai akal sebagai bekal untuk berpikir dan bertidak dengan koridor-koridor yang menjadi acuan hidup berperilaku, baik yang merupakan aturan tingkah laku yang tak tertulis (Conduct Norm) maupun aturan yang telah disepakati sebagai hukum tertulis.
Namun demikian manusia sebagai makhluk yang sempurna juga memiliki nafsu yang ikut berperan mengarahkan atau mempengaruhi perilakunya sehingga ada kecenderungan manusia melakukan perbuatan-perbuatan ammoral/ tidak bermoral dan asusila/ tidak susila. Keberadaan akal dan nafsu dalam diri manusia tersebut menimbulkan suatu keadaan perilaku yang mengarah kepada perbuatan baik dan buruk seorang manusia. Manusia sebagai obyek bermuaranya dua faktor berpengaruh mengharuskan manusia mampu memilih dan mengarahkan setiap tindakan yang akan dilakukan agar tidak dikuasai oleh nafsu sebagai salah satu faktor berpengaruh dalam diri manusia. Idealnya manusia itu mampu menekan nafsunya menggunakan akal yang dimilikinya agar setiap perilakunya menjadikan perilaku yang bermoral dan terarah.
Harapan akan idealitas kehidupan terkadang tidak dapat terwujud manakala manusia dikuasai oleh nafsunya, sehingga manusia cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tindakan yang tidak susila. Manusia diciptakan didunia selain sebagai makhluk personal juga sebagai makhluk sosial sehingga setiap perbuatan yang akan dilakukan harus juga memperhatikan kepentingan orang lain yang berada dilingkungannya.
Bangsa Indonesia sebagai salah satu unsur dari negara juga tidak pernah lepas dari perilaku yang dipengaruhi oleh nafsu, sehingga muncul perbuatan-perbuatan yang dianggap oleh berbagai kalangan sebagai perbuatan yang buruk. Fenomena pornografi dan pornoaksi misalnya, Tindakan pornografi dan pornoaksi dinilai memberikan andil besar atas kemerosotan moral bangsa Indonesia dari hari ke hari. Sebagaimana diberitakan Kantor Berita Associated Press (AP), Indonesia berada pada urutan kedua setelah Rusia yang menjadi surga bagi pornografi .
Indonesia merupakan negara peringkat kedua di dunia setelah Swedia dalam peredaran majalah dan VCD pornografi dan pornoaksi, sehingga kedepannya akan berdampak buruk pada masyarakat luas. "Hasil penelitian Thomas Bombadil dari British National Party memaparkan 77% pelaku sodomi dan 87% pemerkosa perempuan adalah mereka yang secara rutin berhubungan dengan materi pornografi, baik bacaan maupun tayangan," kata Asisten Deputi Kerukunan, Menkokesra Razali Hamzah SH di Denpasar. Di sela-sela kegiatan rapat koordinasi pencegahan pornografi dan pornoaksi itu ia mengatakan, didukung juga data hasil survei Center for Human Resources Development FISIP Univesitas Airlangga juga menemukan 56,5% kalangan remaja usia 15-19 tahun yang menjadi mayoritas penonton film porno.selanjutnya dia juga mengungkapkan bahwa,,"Dampak dari pornografi diantaranya kecanduan untuk menikmati tayangan pornografi membuat orang kehilangan penguasaan diri, meningkatkan nafsu liar, di mana orang menjadi tidak puas dengan hubungan seksual yang normal dan masuk dalam pornografi yang semakin brutal, biasanya guna mendapatkan sensasi dan gairah yang sama" .
Selain itu juga hilangnya kepekaan moral seperti perasaan menjijikkan, amoral dan menyesatkan, namun menikmatinya sebagai tayangan yang dapat diterima serta mulai memandang orang lain sebagai obyek. Pada prinsipnya semua pihak sepakat bahwa pornografi dan pornoaksi yang tersebar dewasa ini, tanpa ada pengontrolan yang baik akan berdampak pada generasi muda, Hal itu tidak bisa dipungkiri seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) kegiatan yang menjurus ke hal itu juga ikut berkembang. Sebab perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dan mengalir ke rumah tangga tanpa batas.
Lahirnya Undang-undang Pornografi masih menyisakan masalah, isu yudisial review terhadap undang-undang tersebut terus mewarnai media masa. Disusul dengan isu ancaman disintegrasi bangsa menjadikan permasalahan pornografi ini seakan tak akan pernah ada habisnya.
Terlepas dari masalah-masalah yang berkembang di media masa, perlu kiranya ada pengkajian khusus mengenai tinjauan moral khususnya hukum islam melihat persoalan pornografi, sehingga dalam kesempatan ini tulisan sederhana ini mencoba menyajikan pandangan islam mengenai pornografi dan pornoaksi, oleh sebab itu tulisan ini mengambil judul Pornografi dan Pornoaksi dalam prespektif filsafat hukum dan hukum islam. Yang akan difokuskan pada kajian hubungan Pornografi dan pornoaksi dengan tujuan hukum islam.

PEMBAHASAN
A. Hukum dan Moralitas
Problem hukum dan moralitas merupakan subyek perdebatan yang hangat dikalangan pengacara di Inggris, setelah adanya keputusan daro House of Lords dari kasus tuan Shaw melawan the Director of public Prosecution pada tahun 1962. tuan Shaw telah menyusun seuah brosur yang berjudul “ladies Director” yang mendaftar nama-nama dan alamat-alamat pelacuran termasuk fotografi telanjang dan petunjuk singkat dari praktekpraktek seksual mereka yang khusus.
Terlepas dari kesalahan karena menerbitkan artikel cabul, tuan Shaw juga dihukum karena pelanggaran bersekongkol merusak moral masyarakat. Ini merupaka formulasi pelanggaran terakhir yang dilakukan oleh para ahli hukum inggris yang mendorong adanya diskusi tentang pertanyaan-pertanyaan yang fundamental: apakah ini merupakan fungsi hukum untuk menyelenggarakan ukuran-ukuran moralitas konvensional dengan menghukum penyimpagan-penyimpangan darinya; khususnya dalam kasus imoralitas seksual secara pribadi yang tidak ada alasan merugikan atau melanggar orang lain.
Hukum islam memasukkan prinsip pelaksanaan moralitas seksual yang keras, hal itu menjelaskan tentang hukuman yang ditetapkan bagi pelanggaran zina. Menurut hukum ingris hubungan seksual di luar perkawinan bukan merupakan pelanggaran hukum kecuali kalau diperburuk oleh keadaan seperti tidak adanya ersetujuan antara keduanya, seorang gadis muda usia, ada hubungan darah dengan orang yang bersangkutan, atau tingkah laku yang tidak alami, sama dengan pelanggaran kriminal karena perkosaan, berzina dengan saudaranya, sodomi. Begitu juga hukum di indonesia. Yang mengatakan bahwa hubungan seksual antara laki-laki dan perenpuan yang keduanya atau salah satunya belum terikat tali perkawinan tidak dikatakan zina. Dilain pihak hukum islam menganggap hubungan seksual bentuk apapun adalah merupakan kejahatan kecuali kalau hal itu antara suami dan istri atau masa lalu antara tuan dan selir budaknya.
Dalam sumber material primer syariah Al-Qur’an, tidak ada pembedaan yang jelas dan konsisten antara moral dan peraturan hukum. Seperti rumusan etika dalam hukum islam, Al-Qur’an menetapkan masalah-masalah pokok untuk membedakan yang benar dari yang salah, baik buruk, pantas dan tidak pantas, atau biasanya hal itu tidak diteruskan pada tingkat skunder menyangkut norma-norma tingkah laku dengan konsekuensi hukum. Dalam beberapa kasus , memang benar , sanksi-hukum yang tepat dijatuhkan karena perbuatan atau kelalaian seperti hukuman dera (cambuk) bagi orang yang menfitnah secara serius, atau hukum potong tangan bagi pencuri.
B. Pornografi dan Pornoaksi
Pertanyaan apa sebenarnya pornografi dan pornoaksi itu? Tidak dapat segera dapat dijawab dengan mudah, oleh karena sampai saat ini tidak ada kesepakatan mengenai pengertian pornografi dan pornoaksi. Sebagai gambaran tentang beberapa pendapat yang mencoba memberikan pengertian pornografi dan pornoaksi.
Pornografi berasal dari bahasa yunani, istilah ini terdiri dari kata porne yang berarti wanita jalang dan graphos atau graphien yang berarti gambar atau tulisan, pornografi menunjuk pada gambar atau photo yang mempertontonkan bagian-bagian terlarang tubuh perempuan. Pengertian ini secara eksplisit menunjukan bahwa term pornografi selalu dan hanya berkaitan dengan tubuh perempuan. Padahal menurut Yahya S Hamid obyek pornografi sendiri tidak hanya berkutat pada wilayah tubuh seorang perempuan, melainkan juga pada pria maupun waria, dan bahkan binatang juga termasuk di dalamnya.
Konteks Indonesia, kata porno berubah menjadi cabul, sementara istilah pornografi sendiri diartikan sebagai bentuk “penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan untuk membangkitkan nafsu birahi” atau “bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi dalam seks” dalam Terminologi Hukum, pornogarfi diartikan sebagai barang cetak atau film yang mengungkapkan masalah-masalah seksual kotor.
Selanjutnya pengertian tentang pornografi adalah tulisan atau materi visual apapun yang menggambarkan ketelanjangan dan / atau aktifitas seksual yang dapat meningkatkan gairah seksual. Namun, tidak semua deskripsi atau gambar-gambar telanjang, organ-organ seksual, dan aktifitas seksual (seperti yang ditemukan didalam materi pendidikan atau buku-buku medis) merupakan pornografi. Sesuatu disebut pornografi tergantung pada pemahaman makna materi-materi tersebut yang meningkatkan gairah seksual.
Menurut jeff olson ada dua bentuk yang paling umum dari produksi dan konsumsi pornografi, yaitu: “soft core” dan “hard core” yaitu:
1. pornografi soft core adalah pornografi yang menggambarkan wanita telanjang atau wanita yang berpakaian minim yang menunjukkan payudara dan bagian intim wanita, namun tidak menunjukan hubungan seksual.
2. pornografi hard core adalah menggambarkan bentuk-bentuk hubungan seksual (dipaksa dan tidak dipaksa ) antara dua orang atau lebih.

Perbincangan tentang pornografi selalu terkait dengan pornoaksi, meskipun bukan dalam hubungan sebab-akibat. Dalam beberapa literatur ditemukan definisi tentang pornoaksi. Menurut Burhan Bungin, pornoaksi merupakan suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh yang tidak sengaja atau sengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual laki-laki. Pada awalnya, pornoaksi adalah aksi-aksi obyek seksual yang di pertontonkan secara langsung oleh seseorang kepada orang lain, sehingga menimbulkan histeria seksual dimasyarakat.
Devinisi-devinisi di atas menunjukan bahwa sebenarnya persoalan pornografi dan pornoaksi merupakan persoalan yang masih selalu diperdebatkan sehingga tidak ada kesatuan atau kesepakatan devinisi pornografi dan pornoaks tersebut, namun dalam hal ini penulis mencoba memberikan pengertian pornografi dan pornoaksi.
Pornografi adalah materi baik berupa tulisan atau gambar yang dengan sengaja maupun tidak sengaja di buat atau dirancang dengan tujuan untuk membangkitkan nafsu birahi/ seks. Namun dikecualikan untuk tulisan atau gambar yang dirancang untuk keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Sedangkan pornoaksi dapat penulis devinisikan sebagai tindakan penggambaran dalam bentuk gerakan, liukan tubuh yang dapat membangkitkan nafsu birahi/seks.

C. Hubungan Pornografi dan Pornoaksi dengan Tujuan Hukum Islam
Abu Asy-syatibi telah merumuskan tujuan hukum islam dalam Al-maqasid asy sya’iyyah, yaitu untuk memelihara agama, jiwa akal, keturunan dan harta. Mohammad Muslehudin menambahkannya dengan tujuan hukum islam yang ke enam yaitu untuk memelihara kehormatan dirinya. Pemeliharaan diri dari hal-hal pornografis dan pornoaksi berarti merupakan pemeliharaan tubuh, jiwa, akal dan ruhani yang menyatu dan terwujud dalam tubuh setiapa manusia yang sekaligus berarti memelihara agama, keturunan dan harta, serta kehormatan diri. Pemeliharaan terhadap tubuh sebagai amanah Allah menurut ajaran islam, tidak terlepas dari pemeliharaan terhadap agama (yang terdiri dari memelihara akidah, syariah dan akhlak), jiwa, akal, keturunan, harta benda dan kehormatan..
Islam mengajarkan bahwa tujuan utama hidup dan kehidupan manusia adalah untuk mendapat ridho Allah semata, untuk mencapai kebahagyaan di dunia dan di akherat, dalam upaya mencapai ridho Allah, islam mengajarkan tentang rukun iman yang terdiri dari enam. Iman kepada Allah, rasal-rasulnya, Alquran, malaikat-malaikatNya, beriman kepada hari akhir yaitu hari perhitungan bagi setiap insan untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama hidup didunia. Termasuk pertanggungjawaban dalam memperlakukan dan memanfaatkan tubuhnya masingmasing sebagai amanah Allah. Dan rukun iman yang terakhir adalah beriman kepada Qada dan Qodar Allah.
1. Hubungan Pornografi dan pornoaksi dengan konsep kepemilikan Tubuh.
Pornografi dan pornoaksi selalu dikaitkan dengan gerak tubuh yang erotis dan atau sensual dari perempuan dan atau laki-laki untuk membangkitkan nafsu birahi baik bagi lawan jenis maupun sejenis. Sebenarnya perbuatan yang termasuk pornografi atau pornoaksi bukan semata-mata perbuatan eriotis yang membangkitkan nafsu birahi, tetapi termasuk juga perbuatan erotis dan sensual yang memuakkan, menjijikka atau memalukan orang yang melihatnya atau mendengarkan atau menyentuhnya.
Hubungan perbuatan pornografi dan pornoaksi dengan pemilik tubuh pelaku, tentu tidak lepas dari prinsip kepemilikan tubuh itu sendiri bagi masing-masing pemilik tubuh, biasanya selalu berkaitan dengan perolehan sejumlah harta sebagai imbalan jasa bagi pemilik tubuh yang bersangkutan, baik sebagai model peragaan busana (kecuali busana muslim), model iklan, lukisan, patung, penari, penyanyi, dan lainnya.
Menurut hukum Islam, tubuh manusia merupakan amanah Allah Swt bagi pemilik tubuh yang bersangkutan yang wajib dipelihara dan dijaga dari segala perbuatan tercela, perbuatan yang akan merugikan pemilik tubuh maupun masyarakat demi hidup dan kehidupannya baik di dunia maupun di akherat kelak. Tubuh sebagai amanah Allah yang wajib dipelihara oleh setiap insan antara lain diatur dalam surah surah An-Nur ayat 30 dan 31 yang mengatur tentang tata busana dan tata pergaulan dalam keluarga dan masyarakat bagi laki-laki dan perempuan . Bunyi ayat tersebut adalah:

Artinya: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh , Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat. ( An Nur:30)


Artinya: dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasan (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka atau aputra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka atau para perempuan sesama islam, atau para hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki tua yang tidak memiliki (keinginan terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar di ketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai-orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.

2. Hubungan Tindak Pidana Pornografi dan Pornoaksi dengan Tujuan Hukum Islam
Kaitan kepemilikan terhadap tubuh dan harta dengan pornografi dan pornoaksi dapat ditinjau pula dari sudut tujuan hukum islam, bahwa hukum islam bertujuan untuk memlihara agama, akal, jiwa, keturunan, harta, seperti yang disampaikan oleh Abu Ishaq Asy-Syatibi . Dan Muhammad Abu Zahrah, dan kehormatan. Tubuh manusia, menurut ajaran islam merupakan amanah Allah yang berkaitan dengan seluruh tujuan hukum islam. Seluruh tujuan hukum islam berkaitan dengan tubuh manusia yang di dalamnya terdapat ruh, jiwa, akal dan Qolbu.
a. Kaitan Tindak pidana pornografi dan Pornoaksi dengan memelihara Agama.

Kaitan tubuh dengan seluruh aspek yang terdapat di dalamnya(ruh, jiwa,akal dan qolbu) adalah berjtujuan untuk memelihara agama. Agama islam sebagai agama terakhir dan agama yang di ridhoi Allah (Al-maidah ayat 3) yang berintikan akidah, syari’ah, dan akhlak, menuntun, membimbing, mengarahkan, dan mengatur hidup dan kehidupan manusia, baik dalam peraturan yang Qat’i maupun Zanni, demi kebahagyaan didunia dan akherat kelak
Agama islam yang didalamnya terdapat hukum islam, baik dalam pengertian Syariah maupun Fiqih mengatur hubungan manusia dengan Allah (Hablun Minallah) yang tercermin dalam Arkanul islam, juga mengtur hubungan manusia drngan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya, baik lokal, nasional dan internasional, serta mengatur hubungan manusia dengan sekitarnya (Hablun Minannas) .
Islam diturunkan di muka bumi dalam rangka membimbing manusia untuk menuju kebaikan hakiki. Karena ajaran islam mengajarkan bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, orang lain dan lingkungannya, tindak pidana pornografi dan pornoaksi merupakan satu perbuatan yang merusak moral dan mental bangsa, oleh sebab itu tindakan tersebut perlu dilakukan pengaturan yang jelas dalam rangka melindungi manusia dari perbuatan sesat dan membawa manusia menuju kepada jalan yang tidak benar.
Menjaga diri dari tindakan pornografi dan pornoaksi merupakan tindakan yang tepat dalam rangka mencapai tujuan hukum islam yakni memelihara agama agar tetap suci dan mampu menjadi filter dalam berprilaku setiap insan.
b. Kaitan Tindak Pidana Pornografi dan pornoaksi dengan memelihara Jiwa.

Kaitan pornografi dan pornoaksi dengan memlihara jiwa. Tubuh tanpa jiwa. Tubuh tanpa jiwa adalah mati, dan setiap yang berjiwa pasti akan mati begitu pula manusia. Jiwa yang berada dalam tubuh setiap manusia merupakan amanah yang wajib dipelihara, karena setiap orang berada dalam kekuasaan Allah karena itu, tuhan melarang manusia melakukan pembunuhan. Perintah kepada manusia agar melakukan juhat dengan jiwa dan harta, menegakkan keadilan dan kebenaran dengan jujur dan Ihklas, adalah bukan untuk kepentingan Tuhan, karena tuhan maha kaya, maha memiliki segalanya yang ada di langit dan di bumi.
Tuhan menghargai jiwa yang tenang. Penghargaan Allah terhadap jiwa yang tenang terdapat dalam surah Al fajr ayat 27 yang artinya: hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi di ridhoinya. Maka masuklah ke dalam syurgaKU. Adalah jiwa terpelihara dari kemaksiatan, termasuk jiwa yang terpelihara dari pornografi dan pornoaksi. Karena itu jiwa perlu dipelihara.
Kewajiban memelihara jiwa ditentukan Allah melalui larangan-larangan melakukan pembunuhan, dan segala perbuatan yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian. Dalam menentukan langkah tubuh biasanya selalu disertai jiwa, antara lain dalam melakukan langkah mempersilahkan tubuh untuk melakukan pornografi dan pornoaksi juga selalu disertai jiwa. Apabila jiwa telah dirasuki oleh nilai-nilai hidup dan kehidupan yang bertentangan dengan inti tujuan hukum islam, nilai-nilai kehidupan yang pornografis dan pornoaksi, yang bertujuan tidak untuk mendapatkan Ridho dari Allah maka tubuhpun melangkah tanpa jiwa yang ddasari akidah, syriah dan ahklak yang di rihoi Allah . Pembunuhan yang diakibatkan ileh adanya perbuatan pornografi maupun pornoaksi telah sering terjadi. Namun akibat pornografi dan pornoaksi yang terpenting dan terfatal adalah pembunuhan terhadap jiwa yang berakidah, bersyariah dan berakhlak yang di ridhoi Allah.
c. Kaitan Tindak pidana Pornografi dan Pornoaksi dengan memlihara Akal

Akal wajib dipelihara , karena akal merupakan amanah dan merupakan salah satu unsur yang membedakan manusia dengan mahkluk lain. Akal terdapat didalam tubuh manusia, akal sebagai karunia Allah merupakan alat bagi manusia untuk berfikir dan bersyuur atas segala bidang hidup dan kehidupannya yang diciptakan Allah. Dan ciptaan yang diperuntukkan bagi kepentingan manusia sebagai khalifatullah di muka bumi .
Melalui akal yang didasarkan kepada akidah, syariah dan akhlak, maka pornografi maupun pornoaksi adalah merupakan hal-hal yang bertentangan dengan tujuan hukum islam. Karena berdasarkan akal islami yang bertujuan untuk mendapatkan ridha Allah di dunia dan akherat, maka pornografi dan pornoaksi merupakan perbuatan yang mustahil dapat mencapai tujuan hukum islam, mendapat ridha Allah berupa pemeliharaan akal ini.
Akal baik manusia tidak akan pernah menerima perlakuan yang merendahkan martabat kemanusiaannya demi kesenangannya sesaat dan kesenangan materi duniawi semata. Pencapaian kesenangan yang hanya sifatnya duniawi saja tidak akan mendapatkan bagian yang menyenangkan di akherat kelak.
Tuhan adalah pemberi kehormatan kepada manusia yang dikehendakiNya. Pornografi dan pornoaksi bukan merupakan perbuatan yang dapat memberikan kehormatan maupun nikmat yang di ridhoi Allah, tetapi pornorafi dan pornoaksi merupakan perbuatan atau nikmat sementara bagi sebagaian orang yang dapat merendahkan kehormata dirinya serta melepaskan dirinya pula dari akidah, syariah dan Akhlak islami.
Pornografi dan pornoaksi merupakan pebuatan yang menimbulkan kenikmatan yang memperdayakan manusia . Sedangkan Allah selalu menuntun untuk selalu bersyukur atas nikmat yang dikaruniakanNya. Tuhan akan selalu menambah nikmat manusia yang selalu bersyukur atas nikmat yang diterimanya( Surah Ibrahim ayat 7 ):

Artinya: dan ketika tuhanmu memaklumkan,” sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu tapi jika kamu mengingkari sesungguhnya azabku amat pedih.

Karena itu pula dalam rangka memelihara akal Allah melarang manusia melakukan tindakan pornografi dan pornoaksi karena pornografi dan pornoaksi memiliki akibat yang lebih dahsat dibandingkan dengan kejahatan yang lain. Yaitu rusaknya pribadi pelaku, tatanan keluarga, masyarakat bahkan bangsa dan negara. Oleh karena itu pornografi dan pornoaksi sungguh tidak memelihara akal dan iman.

d. Kaitan Pornografi dan Pornoaksi dengan memelihara Keturunan.

Kaitan pornografi dan pornoaksi dengan tujuan memelihara keterunan sangat jelas, khususnya bagi kaum perempuan. Pornografi dan pornoaksi yang sering mengakibatkan terjadinya perkosaan, baik pemerkosaan yang dilakukan oleh orang lain maupun keluarga sendiri, misalnya anak kandung perempuan seperti yang dilakukan oleh Igidius Petrus (47 tahun) terhadap dua orang anak perempuan kandungnya sejak berusia 5 tahun.
Akibat pornografi dan pornoaksi pernah terjadi pemerkosaan dan pembunuhan terhadap orang lain yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap temannya, mahasiswi IPB Bogor (1994) sepulang mereka menonton film porno. Pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan orang lain (bukan keluarga) juga dilakukan oleh seorang pembantu laki-laki yang masih muda terhadap anak majikannya, seorang mahsiswi kedokteran gigi di Jakarta setelah melihat film pornografi
Yang menjadi masalah adalah ketika pemerkosaan yang mangakibatkan kehamilan, seperti yang dialami oleh seorang perempuan SD di lampung, telah hamil sebagai akibat dari perkosaan sebanyak lima kali oleh seorang kakek berusia 85 tahun, dan pada usia lima bulan kehamilannya ia diperkosa kembali oleh seorang laki-laki beranak tiga sebanyak tiga kali, dan anehnya setiap kali sesudah diperkosa ia diberi uang sebanyak Rp. 2000,- terlepas kasus tersebut ada kaitanya dengan tindakan pornografi atau tidak namun menurut hemat penulis ini adalah salah satu bentuk kemerosotan moral dan akhlak sebagian bangsa Indonesia telah sangat memprihatinkan.
Apabila anak yang dilahirkan tu adalah perempuan, maka di dalam mayarakat muslim Indonesia, dan berdasarkan UU No I tshun 1974 tentang Perkawinan akan mengakibatkan anak perempuan hasil perkosaan tersebut mendapat malu karena dia hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga Ibunya saja. Dan akan mendapatkan masalah tentang perwalian jika hendak melangsungkan pernikahan.
Demikian pentingnya manusia emlihara keturunan, sehingga Allah telah menurunkan ayat-ayat tentang hukum perkawinan, perceraian, pemeliharaan anak, pewarisan, larangan perzinaan, pembuktian, dan sanksi Zina. Karena itu, pornografi dan pornoaksi yang merupakan perbuatan yang mendekati dan mendorong diri pelakunya dan atau orang lain untuk melakukan tindak pidana perzinaan maupun perkosaan, baik yang berakibat kehamilan maupun tidak , maka pornografi dan pornoaksi adalah merupakan perbuatan yang bertentangan dengan tujuan hukum islam yang ke empat yaitu memelihara keturunan.
e. Kaitan Pornografi dan Pornoaksi dengan memelihara harta.

Dalam hukum islam seluruh harta adalah hak mutlak Allah yang diamanahkan kepada manusia untuk dimanfaatkan ke jalan yang di ridhoi Allah. Dan dalam memperolehnya pun wajib melalui cara yang di ridhoi pula . Harta yang diperoleh melalui pornografi dan pornoaksi adalah haram . Karena pornografi dan pornoaksi merupakan perbuatan haram yang mendorong pelakunya maupun orang lain untuk melakukan perbuatan haram, sedangkan dapat kita lihat dalam surah Al Isra ayat 32 disebutkan bahwa: janganlah kamu mendekati zina. Lebih –lebih jka kita mendorong diri kita dan orang lain untuk melakukan zina. Meskipun hukuman bagi pelaku tindak pidana pornografi dan pornoaksi tidak berupa hudud, namun hukum melakukan tindak pidana pornografi dan pornoaksi adalah haram.
Dalam memelihara harta ini Tuhan secara langsung mengatur secara rinci tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan orang yang telah meningggal atau pewaris. Karena Tuhan maha mengetahui bahwa harta dapat menyebabkan terjadinya perselisihan dan putusan hubungan silaturahmi antara para ahli waris.
Dalam pemeliharaan harta, Allah telah mewajibkan setiap muslim yange memenuhi syarat untuk membayar zakat sebagai rukun islam, dalam ajaran islam pemanfaatan harta juga harus sesuai dengan ketentuan, seperti aturan dalam surah Al Baqoroh ayat 245, 261. demikian pula larangan memperoleh harta dengan jalan haram. Karena itulah islam melarang melakukan pencurian. Adanya pornografi dan pornoaksi sebagai sarana mencari rezki sangat bertentangan dengan tujuan hukum islam.
f. Kaitan Pornografi dan Pornoaksi dengan Memelihara Kehormatan

Memelihara kehormatan itu selain untuk memelihara kehormatan agama (Islam), kehormatan jiwa, akal, keturunan dan harta juga untuk memelihara kehormatan pribadi manusia sebagai mahkluk ciptaan Allah sebagaimana disebutkan dalam surah Al Anbiya ayat 91 yaitu:

Artinya: dan ingatlah kisah maryam yang memeilhara kehormatannya, lalu kami tiupkan ruh dari kami kedalam tubuhnya kami jadikan dia dan anaknya sebagai tanda kebesaran Allah bagi selurh alam.

Dan sebagai anggota keluarga maupun masyarakat, termasuk memelihara kehormatan dari penistaan dan pemfitnahan pornografi dan pornoaksi dari seseorang terhadap orang lain. Banyak ketentuan hukum islam yang mengatu tentang pemeliharaan kehormatan .surah An nisa 86 mengatur sebagai berikut: “apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa” menurut para Mufasirin Departemen Agama Republik Indonesia, dalam ayat tersebut Allah mengajarkan kesopanan dan tata pergaulan kepada manusia dalam bermasyarakat agar mereka terpelihara hubungan persaudaraan antara anggota masyarakat satu dengan yang lainnya. Allah memerintahkan seseorang agar membalas penghormatan yang diberikan orang lain terhadap dirinya dengan cara yang lebih baik.
Memelihara kehormatan juga diatur dalam surah As Sad ayat 49, bahwa “ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa benar-benar disediakan tempat kembali yang baik. Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan tentang kemuliaan para Nabi dan kebahagyaan mereka di akherat adalah merupakan kehormatan bagi para nabi agar selalu diingat manusia.
Dalam memelihara kehormatan, naik kehormatan diri maupun orang lain, sebagai salah tujuan hukum islam yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi dapat dilihat dari ketentuan Allah yang melarang manusia mendekati Zina dalam surat Al sra ayat 32. pemeliharaan kehormatan ini juga dapat dilihat dari surah An Nur ayat 4 dan 5 yaitu” Tuhan melarang seseorang menuduh orang lain melakukan Zina tanpa menghadirkan empat orang saksi yang menyaksikan perzinaan dakam waktu, tempat dan cara yang sama.
Tindak pidana pornografi dan pornoaski tidak hanya sekedar mencemarkan nama baik diri pribadi dan orang lain tetapi juga mendorong diri pelaku dan orang lain untuk melakukan perbuatan haram tersebut. Perbuatan pornografi dan pornoaksi merupakan perbuatan yang dapat mendorong seerta menjerumuskan diri pelaku dan orang lain kepada perbuatan nista yang merendahkan dan mencelakakan dirinya dan orang lain, keluarga dn masyarakat. Oleh sebab itu tindakan pornografi dan pornoaksi merupakan tindakan yang melanggar tujuan hukum islam untuk memelihara kehormatan.

PENUTUP
Pornografi dan pornoaksi sebagai fenomena massyarakat sangat bertentangan dengan moral dan kepribadian bangsa, upaya kriminalisasi terhadap tindakan tersebut dibenarkan secara moral karena tidakan tersebut sangat bertentangan dengan tujuan hukum islam yaitu memelihara Agama, jiwa, akal, keturunan, harta, dan kehormatan.










DAFTAR PUSTAKA.

Al Qur’an.
Bungin Burhan, 2005, Pornomedia, sosiologi media, konstruksi sosial teknologi telematika dan perayaan sek di media masa, Jakarta: Kencana.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998, Jakarta.
H.H.L. ,1963, Low, Liberty and Morality (London: Oxford University.
Jelft Olson, 1999, Lepas dari jerat Pornografi, Yogyakarta: yayasan Gloria
Muhammad Abu Zahra, 1999, Usul Fiqh, (diterjemahkan oleh Syaifudin), Jakarta: Pustaka Firdaus.
Muhammad Muslehudin, 1997, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran orientalis” study perbandingan sistem Hukum islam” Yogyakarta: Tiara Wacana.
Neng Zubaidah, 2004, Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam, Jakarta: Prenada Media.
Topo Santoso, 1997, Seksualitas dan Hukum Pidana, Jakarta: IND-Hill.
Wael B Hallag, 1997, A History Of Islamic Legal Theories and intruduction to Sunni Usul Fiqh, Cambrige: Cambrige University Press.
Wicaksana, 1994, Al’Qur’an dan Terjemahannya , Cet ulang, Semarang: Departemen Agama RI.
www.kapanlagi.com
Yahya S Hamid, www.dwp.or.id
Republika 17 Juli 2003.