Minggu, 28 Desember 2008

Kriminalisasi Tindak Pidana Kesusilaan

KRIMINALISASI TINDAK PIDANA KESUSILAAN
Dalam Perspektif Hukum Islam dalam konsep Maslahah Mursalah

A. Pendahuluan
Kejahatan ternyata semakin tampak didalam kehidupan masyarakat kemajuan tegnologi yang kini dirasakan semakin canggih nampaknya dirasakan sebagai kemajuan yang luar biasa bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Kemajuan tegnologi terdapat disegala bidang yang mempunyai akibat mudahnya seseorang atau masyarakat untuk melakukan sesuatu yang berkenaan dengan hidupnya.
Disisi lain kemajuan tegnologi ini disadari atau tidak berdampak pula bagi perkembangan yang mengarah pada hal-hal yang negativ, misalnya dengan meningkatnya kemajuan tegnologi maka mengakibatkan meningkat pula tingkat kejahatan didalam masyarakat sebagai contoh kejahatan komputer dan lain sebagainya.
Perkembangan pola hidup masyarakat juga sering kali dipengaruhi oleh budaya-budaya luar yang masuk keIndonesia sehingga prilaku-prilaku yang pada awalnya dengan kesadaran beragama menjadikan tindakan-tindakan asusila dapat diatasai namun dengan masuknya budaya luar yang tidak sesuai dengan pola dasar hidup masyarakat Indonesia menjadikan berubah pula pola hidup bermasyarakat. Namun disisi lain masih ada atau bahkan peduli dengan masalah ini menganggap ini adalah sebuah tindakan yang tidak boleh terjadi karena secara sosiologis tidak sesuai dengan adat istiadat atau budaya timur seperti Indonesia, selain itu juga tidak sesuai dengan jarn hukum Islam.
Dengan perkembangan pola hidup inilah sebagian masyarakat menganggap tindakan-tindakan yang melanggar kesusilaan ini perlu dikriminalisasikan dalam bentuk peraturan perUndang-Undangan, yang selama ini ada beberapa perbuatan kesusilaan yang tidak dapat dijangkau oleh Hukum, berdasarkan permasalahan tersebut perlu ada sebuah hukum yang dapat memberikan solusi sebagai penangan permasalahan kejahatan-kejahatan kesusilaan ini Dalam makalah ini penulis mencoba menganalisa sebuah masalah kesusilaan ini dengan terlebih dahulu melihat konsepnya dalam ketentuan hukum Islam dengan melihat konsep mslahah mursalah, sehingga dapat pula melihat apakah sudah saatnya konsep kesusilaan yang menyangkut zina ini dimasukkan sebagai satu ketetntuan yang dilarang dengan menggunakan konsep ijdtihad maslahah murslah.

B. Konsep Maslahah
Filsafat Hukum islam dalam konsepsi Statibi sebenarnya merupakah kesinambungan dari pembahasan konsep maslahah (maslht) yang telah tertera dalam sebagaian besar karya usul fiqh sebelum statibi. Oleh karena itu bagian ini bertujuan menganalisa konsep itu secra historis dan sistematis.
Secara etimologis, kata maslahah merupakan kata benda infinitif dari akar s-l-h kata kerja saluh digunkan untuk menunjukkan jika sesuatu atu seseorang menjadi baik, tidak korupsi, benar, adil, saleh, jujur atu secara alternatif untuk menunjukkan keadaanyang mengandung kebajikan-kebajikan tertentu. Jika digunakan dengan preposisi Li, saluha akan memberikan pengertian keserasian. Dalam pengertian rasionlnya, maslahh berarti sebab, cara, atu suatu tujuan yang baik, ia juga berarti sesuatu permasalahan atau bagian dari suatu urusn yang menghasilkan kebaikan. Bentuk jamaknya adalah masalih. Mfsadah merupakan lawn katanya yang tepat. Dalam penggunaan bahsa arab, dikatakan nazara fi masalih al nas, yang berarti: “ia mempertimbangkan sesuatu demi kebaikan manusia”. Kalimat fi’il-amr maslahah dipergunakan untuk mengatakan:”dalam permasalahan itu terdapat suatu kebajikan (atau penyeban dari adanya kebaikan)”.
Tujuan utama dari syari;adlah maslahah manusia. Kewajiban-kewajiban dalam syariah dalam memperhatikan maqosid l syariah dimana dia merubah tujuan untuk melindungi masalaih manusia, jadi maqosid dan maslahah menjadi istilah yang bisa saling bertukar dalam kaitannya dengan kewjiban dalam diskusi statibi tentang maslahah . statibi mendefinisikan mslahah sebagai berikut:yang say makasud dengan maslahah disini adalah maslahah yang mebicarakansubtansi kehidupan manusia, dn yang dituntut oleh kualitas-kualitas emosional dan intelektualitsnya, dalam pengertian yang mutlak.
Unsur kedua dalam pengertian maslahah adalah pengertian melindungi kepentingn-kepentingan. Statibi menjelaskan bahwa, syari;h membicrkan perlindungan terhadap masalih baik dalam suatu cra yang negatif karena ketika untuk memelihara eksisitensi masalah, syariah mengambil ukuran-ukuran untuk mendukung landsan-landasan masalah itu, atu dalam suatu cara yang negatif, untuk mencegah kepunahan masalaih.

C. Konsep Tindak Pidana Kesusilaan dalam perspektif hukum islam
Islam menentukan dengan sangat sederhana bahwa kejahatan kesusilaan merupakan kejahatan yang sangat peka, sehingga klau memang terbukti dan diajukan dimuka hakim, hukumannya tegas dn jelas. Mengapa? Karena menyangkut harkat dan martabat dan harga diri manusia. Dan banyak ayat menyangkut kesusilaan ini yang ptut menjadi perhatian diantar ayat 32 dari surat Al Isra.” Janganlah dekati Zina: sungguh itu adlah kekejian:dan seburuk-buruknya jalan:” semikian peringatan tentang perzinaan:tidak disebut jangan berzina, mendekati saja pun sudah termasuk larangan. Apayang menjadi kenyatn sekarang dalam kehidupan kita sehari-hari, pintu-pintu perzinaan terbuka seluas-lusnya, melalui layar kaca, melalui bacaan, semua sekan-akan sudah menjadi budaya yang tidak diharamkan.
Mengingat kejinya zina, ancaman hukuman bukan keplng dilukiskan:
“dan mereka diantara-istri-istrimu yan melakukan berbuatan keji adakanlah saksi empat orang terhadap mereka dari kalangn kmu sendiri dan bila mereka memberi kesaksian kurunglah istri-istrimu itu dlam rumah sampai mau mengambil mereka atu Allah memberi jalan buat mereka.(Q.s. n-Nisa:45)

“”pezin perempuan dan laki-laki deralah msing-masing seratus kali:dan janganlah rasa kasihan menahan kamu dari menjalankan asm llah: jika kamu beriman kepada llah dan hari kemudian dan hendaklah sebagaian orang yang beriman menyaksikan hukuman mereka (Q.s. An-Nur:2)

D. Kesusilaan dalam KUHP dan RUU KUHP.
Permasalahan kesusilaan menjadi permasalahan yang menarik untuk dibicarakan, karena memang masalah tersebut sampai saat ini masih menjadi perdebatan yang masing-masing memiliki argumen sendiri-sendiri. Namun sebelum memasuki persoalan, maka harus kita lihat dulu kesusilaan ini menurut KUHP yang sedang berlaku ( Ius Constitutum ) dan RUU KUHP ( Ius Constituendum ).

B.1. Kesusilaan dalam KUHP
Didalam KUHP kesusilaan dipisahkan antara tindak pidana dan pelanggaran, namun kata kesusilaan tidak disebutkan yang dipakai adalah kata kesopanan sehingga secara redaksional dalam KUHP ada bentuk kejahatan terhadap Kesopanan dan pelangaran tentang kesopanan. Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan kesopanan disini adalah dalam arti kesusilaan ( Zeden, eerbaarheid ) atau perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, misalnya bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggouta kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya.
Kejahatan terhadap kesopanan dalam KUHP diatur mulai dari pasal 281 sampai dengan pasal 303 yang diantara isinya adalah kejahatan-kejahatan yang menyangkut zina, pencabulan dan lain sebagainya. Sedangkan dalam pelanggaran terhadap kesopanan terdiri dari pasal 532 sampai dengan 547. yang diantara isinya adalah pada intinya mempertunjukkan sesuatu tulisan atau gambar yang isinya dapat menimbulkan nafsu.
B.2. Kesusilaan dalam RUU KUHP
Masalah kesusilaan ini seperi yang telah kekumukakan dimuka bahwa terjadi perkembangan sesuai dengan perubahan pola hidup masyarakat yang disebabkan masuknya budaya-budaya yang tidak sesuai dengan nafas nilai-nilai agama yang seharusnya lebih dikedepankan daripada budaya-budaya yang merusak moral bangsa. Sehingga dalam RUU KUHP yang dalam konsep 1999/2000 terdapat perluasan tindakan pidana kesusilaan. Selain itu kata kesusilaan secara langsung disebutkan dalam tindak pidana yang mana dalam RUU KUHP tindak pidana kesusilaan ini berada pada BAB XV terdiri dari pasal 411 sampai pasal 441 RUU KUHP. Yang mana terjadi perluasan dari beberapa tindakan yang oleh masyarakat dirasa perlu dikriminalisasikan karena selama ini belum dapat tersentuh oleh hukum pidana Indonesia. Salah satu perluasan yang ada adalah permasalahan zina, yang mana dalam KUHP yang sekarang berlaku zina dapat dituntut apabila dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang salah satunya terikat tali perkawinan, sedangkan bila salah satu tidak terikat oleh perkawinan yang sah tidak dapt dituntut dengan hukum, zina yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang terikat satu perkawinan yang sah pun kalau tidak ada pengaduan dari istri atau suami maka negara pun tidak berhak untuk melakukan penuntutan. Inilah yang dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai satu kelemahan sehingga perlu adanya perluasan zina, maka dalam RUU KUHP banyak sekali kejahatan-kejahatan yang dalam masyarakat sangat menganggu ketertiban umum, rasa keagamaan dan sebagainya dijadikan sebuah tindakan kriminal. Untuk lebih jelasnya nanti akan dijelaskan dalam kajian berikutnya.

C. Kruminalisasi tindak pidana kesusilaan sebagai konsep dari Ijdtihad Maslahah Mursalah
C.1. Pengertian Kriminalisasi
Sebelum lebih lanjut berbicara kriminalisasi sebaiknya perlu diketahui dulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan kriminalisasi, kriminalisasi adalah proses penetapan satu perbuatan yang dilakukan oleh penguasa ( melalui Undang-Undang ) sebagai perbuatan yang dilarang dan dapat dikenai ancaman pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut2. masalah kriminalisasi sudarto juga mengatakan bahwa kriminalisasi dimaksudkan sebagai proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana, proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-Undang dimana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana3. jadi berdasarkan dua pendapat inilah dapat disimpulkan bahwa kriminalisasi adalah suatu proses penetapan tindakakan-atau perbuatan sebagai satu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Dalam persepektif nilai bahwa kriminalisasi adalah sebagai proses perubahan nilai yang menyebabkan sejumlah yang semula tidak merupakan hal yang tercela dan tidak dituntut pidana berubah menjadi perbuatan yang dipandang tercela dan perlu dipidana.

C.2. Nilai-nilai yang harus dilindungi melalui kebijakan kriminalisasi.
Dasar asumsi yang digunakan menurut Utreeht, hukum merupakan kaedah prilaku bagimanusia dalam mengatur kehidupan bermasyarakat maupun bernegara,baik yang menyangkuthubungan antara, individu dengan individu, individu dengan masyarakat, individu dengan negara dan negara dengan negara. Sehingga kriminalisasi harus mengarah pada perbuatan-perbuatan yang mengganggu atau mengancam tertib kehidupan bersama dalam bentuk 4 pola kehidupan diatas tersebut. Nilai-nilai kepentingan yang berada dibalik terselenggaranya tertib kehidupan dalam empat pola tersebut membutuhkan proteksi hukum pidana yang secara global dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. kepentingan masyarakat ( sosial )
2. kepentingan negara ( umum )
3. kepentingan Individu ( Korban )
4. kepentingan Individu ( pelaku ) dalam aliran social defence oleh Marc Arcel (persepektif HAM)

D. Kriminalisasi terhadap kesusilaan dalam perspektif Kebijakan Hukum Pidana
D.1. Perbedaan pendapat perumusan delik kesusilaan dalam RUU KUHP
Rumusan delik-delik kesusilaan dalam RUU KUHP mendapat banyak sorotan dari berbagai kalangan masyarakat, sehingga dapat menambah pengetahuan bagi kita dalam mengkriminalisasikan kesusilaan dalam RUU KUHP. Pendapat pro dan kontra yang sedang berkembang perlu kita lihat argumen-argumen yang dijadikan dasar dalam menyampaikan ketidaksetujuan dan kesetujuan tentang permasalahan kriminalisasi kesusilaan ini. Yang setuju dengan rumusan delik kesusilaan dalam RUU KUHP mendasarkan pada alasan-alasan perlu dilindunginya hak-hak dari masyarakat, pribadi sipelaku serta sikorban, pendapat ini melihat bahwa semakin banyaknya nilai-nilai susila yang sudah tidak lagi dihormati oleh pelaku asusila. Karena mengnggap KUHP yang sudah berlaku tidak dapat menjangkau perbuatan-perbuatan asusila yang benar-benar mengganggu ketertiban masyarakat. Disisi lain ada yang berpendapat bahwa perlu adanya sebuah pemikiran lebih lanjut kalau akan mengkriminalkan kesusilaan, kelompok ini mengganggap dengan rumusan yang ada dalam RUU KUHP ini negara terlalu mencampuri kehidupan pribadi, bahkan yang lebih idealis lagi menganggap negara mengambil peran agama dalam menyelesaikan masalah kesusilaan ini. Masing-masing pendapat ini harus di hargai sebagai sebuah pemikiran dengan dasarnya masing-masing.

D.2. Analisis dalam perspektif kebijakan hukum pidana.
Berangkat dari sebuah pengertian kriminalisasi, bahwa kriminalisasi adalah proses menetapkan satu perbuatan menjadi perbuatan pidana dan yang dapat dipidanaberdasarkan Undang-Undang. Sebelum mengkriminalisasikan sebuah perbuatan maka perlu mengetahui syarat apakah yang harus diperhatikan dalamproses ini. Hal yang harus diperhatikan sebgai syarat mengkriminalkan satu perbuatan adalah:
1. harus sesuai dengan fungsi hukum pidana sebagai “senjata pamungkas” ( Ultimum remidium ) dalam menanggulangi kejahatan
2. harus mempertimbangkan kemampuan SDM aparat yang akan menjalankan penegakan hukum terhadap UU yang telah ditetapkan.
3. harus didasarkan atas kolkusi tentang biaya dan hasil yang akan dicapai.
4. harus mempertimbangkan efek yang akan timbul (baik terhadap pelaku,korban atau masyarakat ) termasuk jika tidak dikriminalisasikan.
5. harus sesuai dengan perasaan yang hidup daam masyarakat.
6. harus merupakan perbuatan yang im moral ( bersifat merusak dan tidak susila ) mendatangkan kerugian materiil/ spirituil atas warga masyarakat)
7. harus tidak sekedar sebagai reaksi atas satu masalah atau bahkan politisasi hukum pidana.
Jadi hal-hal tersebutlah yang perlu diperhatikan sebelum negara mengriminalisasikan sebuah perbuatan sebagai tindakan pidana.
Kalau melihat masalah kesusilaan yang berkembang didalam masyarakat saat ini dengan didasarkan dengan penilaian hal-hal yang telah disebutkan diatas apakah kesusilaan perlu dikriminalisasikan atau tidak ?. kesusilaan sangat berkaitan dengan sikap manusia dalam menentukan hidupnya, oleh sebab itu perlu kehati-hatian dalam mengkriminalisasikan perbuatan-perbuatan kesusilaan. Penulis mencoba melihat atau mempertimbangkan efek yang ditimbulkan jika kesusilaan ini dikriminalisasikan sekaligus dampaknya jika tidak dikriminalisasikan.

D.2.1. efek jika kesusilaan dikriminalisasikan
Kesusilaan sudah merupakan realitas sosial yang mempunyai dampak buruk terhadap kehidupan bermasyarakat, dengan adanya tindakan-tindakan yang dianggap tidak susila atau asusila seperti misalnya kumpul kebo, zina, menimbulkan perasaan yang mengundang nafsu dan lain sebagainya, justru merendahkan derajat manusia sebagai mahluk paling mulia yang diciptakan oleh Allah, misalkan kumpul kebo atau persetubuhan yang tidak didasari dengan perkawinan yang sah selain merugikan bagi pelaku juga sangat mengganggu ketertiban umum dalam masyarakat. Oleh sebab itu perbuatan-perbuatan seperti itu sangat bertentangan dengan sosiologis masyarakat Indonesia yang berbudaya didasari dengan aqidah agama. Karena tidak ada satupun agama yang membenarkan perbuatan seperti itu. Kalau perbuatan-perbuatan tersebut dikriminalisasikan menjadikan masyarakat untuk melakukan perbuatan yang tidak susila menjadi dapat terkendali, karena takut terkena sanksi pidana yang harus dia terima jika melakukan perbuatan itu.

D.2.2. Dampak jika tidak dikriminalisasikan
Kita dapat memperkirakan sendiri dampak yang terjadi jika perbuatan tidak susila tidak dikriminalisasikan, yang jelas didalam hidup bermasyarakat akan terasa sebagai kehidupan sekelompok binatang yang bebas melakukan tindakan apa saja yang melanggar rasa susila, kita juga dapat melihat dengan ketentuan-ketentuan pidana kesopanan dalam KUHP yang sekarang berlaku saja masih banyak terjadi perbuatan-perbuatan tidak susila dilakukan oleh pelaku asusila. Namun sudah disadari bahwa memang KUHP yang sedang berlaku masih belum dapat menjangkau perbuatan-perbuatan kesusilaan yang harus dianggap perbuatan asusila. Sebagai contoh satu kelemahan ketentuan dalam Pasal 284 KUHP yaitu mengenai pasal penzinahan. Yang mana dalam pasal tersebut yang dapat dikenai sanksi pidana hanyalah laki-laki beristri berbuat zina dan perempuan beristri berbuat zina4 , laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu, sedangdiketahui bahwa kawanya itu sedang bersuami, perempuan yang tiada bersuamiyang turut melakukan perbuatan itu sedang diketahuinya bahwa kawanya itu beristri5 . dari psal tersebut dapat terlihat kelemahannya bahwa hanya suami dan istri yang berbuat zina dan yang turut melakukan yang dapat dipidana. Sesuai pengertian zina dalam penjelasan pengertian zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan laki-laki atau perempuan yang bukan istrinya atau suaminya. Jadi bagi laki-laki dan perempuan yang belum menikah melakukan persetubuhan tidak terkena ketentuan pidana dalam pasal ini.sedangkan perbuatan itu jelas-jelas sangat tidak bermoral. Kalau ternyata perbuatan-perbuatan asusila tidak dikriminalisasikan bagaimana ?.

Pembaharuan Hukum pidana harus sejalan dengan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, secara sosiologis, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Sejalan dengan itu pula bahwa hukum pidana adalah sebagai “senjata pamungkas” atau Ultimum Remidium dan bukan Primum Remidium atau senjata satu-satunya. Berdasarkan sifat dari hukum pidana yang sebagai senjata pamungkas, berarti harus senjata –senjata yang lain dulu yang harus dikeluarkan atau dilakukan sebelum hukum pidana diterapkan. Artinya bahwa senjata pamungkas itu dapat dikeluarkan hanya jika dalam keadaan senjata-senjata yang lain sudah tidak mampu lagi mengatasi permasalahan tersebut.
Perbuatan asusila dalam masyarakat sudah pada titik yang sangat meprihatinkan yang mana sipelaku sudah tidak lagi mempertimbangkan hak-hak lain yang perlu dihormati, cara-cara yang dilakukan seperti system pendidikan agama disekolah-sekolah, ceramah-ceramah agama diberbagai televisi, masjid-masjid dan tempat ibadahlainnya yang mana pada intinya menekankan pada pendidikan moral manusia, sudah dilakukan namun yang terjadi bukannya satu kesadaran moral tapi justru sebuah pelanggaran norma-norma yang telah ada baik norma agama maupun norma hukum. Sehingga dengan sudah sangat akutnya persoalan kesusilaan ini perlu adanya sebuah penelitian tentang perlu tidaknya tindakan-tindakan asusila yang mungkin terrumuskan dalam RUU KUHP dikriminalisasikan, sekaligus mencari jawaban apakah masyarakat juga mengecam perbuatan-perbuatan asusila tersebut karena Kalau perbuatan-perbuatan tersebut dirasa tidak mengganggu ketertiban masyarakat serta masyarakat tidak menginginkan hal tersebut maka bagi penulis hal tersebut tidak perlu dikriminalisasikan, karena kalupun akan dipaksakan justru yang timbul adalah permasalahan baru yaitu ketidakpuasan masyarakat terhadap hukum yang ditetapkan. Namun jika masyarakat sebagaian besar menganggap perbuatan asusila perlu dikrimialisasikan maka tidak ada alasan lagi untuk tidak dikriminalisasikan perbuatan asusila tersebut. Jadi fungsi hukum pidana sebagai senjata pamungkas dapat terwujud sejalan dengan perasaan yang hidup dalam masyarakat dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat.
Jadi menurut penulis bahwa permasalahan perbuatan kesusilaan ini untuk mengkriminalisasikan perlu kehati-hatian, karena ini menyangkut kehidupan pribadi manusia. Yang mana dia sendiri yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan dia kepada yang menciptakannya. Jadi bukan hanya sekedar berdasarkan beberapa pendapat yang muncul yang menimbulkan pro dan kontra tapi berdasarkan sebuah obyektifitas hasil pemikiran yang didasarkan data-data yang akurat pula. Karena pendapat yang pro dan kontra tidak dapat mewakili perasaan yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang terdiri bermacam-macam suku dan budaya dan agama. Berbagai pendapat kontra yang beralasan negara tidak dibenarkan terlalu memasuki hal yang bersifat pribadi, ini juga perlu dipertimbangkan karena ini adalah sebuah reaksi dari mayarakat yang tidak setuju kehidupan pribadinnya dicampuri. Tapi pertimbangan alasan yang pro juga perlu dipertimbangkan.
Tapi kalau melihat kenyataan yang sudah terjadi yang berkembang dimasyarakat dengan didasarkan dengan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengkriminalisasikan perbuatan, maka kesusilaan sudah saatnya dikriminalisasikan, karena sejalan dengan tujuan hukum pidana adalah untuk menaggulangi kejahatan dan juga pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, ini semua demi kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spirituil serta melindungi masyarakat beserta anggota-anggotanya6. selain itu demi kemaslahatan umat manusia dan kebaikan umat manusia.

E. Penutup
Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kriminalisasi terhadap perbuatan asusila dengan berdasarkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengkriminalisasikan satu perbuatan, berdasarkan realita yang berkembang dalam masyarakat dengan perdebatan-perdebatan yang ada belum cukup dijadikan dasar untuk menentukan sikap apakah harus mengkriminalisasikan perbuatan kesusilaan atau tidak, karena semua harus didasarkan pada sebuah penelitian yang harus dilakukan untuk dapat mewujudkan sebuah hukum yang sesuai dengan perasaan dalam masyarakat, walaupun harus mengeluarkan biaya untuk melakukan penelitian, tapi hasil yang dicapai akan sesuai dengan keinginan masyarakat. Jadi untuk mengkriminalisasikan perbuatan kesusilaan harus mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang akan dicapai. Karena mengkriminalisasikan perbuatan asusila sangat bersinggungan dengan wilayah pribadi maka perlu kehati-hatian dalam mengambil satu keputusan.
Namun melihat realita demi kebaikan dan kemaslahatan dengan konsep maslahah murslah kiranya perlu untuk ditur lebih tegas mengenai aturan kesusilaan ini, karena aturan selam ini yang dipandang kurang mengadopsi nilai-nilai keagamaan dirasa perlu untuk dipertimbangkan dalam rangka kemaslahatan umat manusia.





































PUSTAKA

Prof.Dr. Muh. Amin Suma. 2001. Hukum Pidana Islam Di Indonesia(peluang, Prospek dan tantangan)Pustak Firdaus, Jakarta.
Nanda AD,1988, Kemampuan Hukum Pidana dalam menanggulangi kajahatan-kejahatan baru yang berkembang dalam masyarakat, liberty, Yogyakarta.
Sudarto,1981. Hukum Dan Hukum Pidana,Alumni bandung, Bandung.
Walter Lippmann.1999. Filsafat Publik(terjemahn . Rhman Zinudin). Yayasn Obor.Jakarta.
Yudian W Asmin. 1995. Filsfat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, Al –Ikhlas. Surabaya.
R. Soesilo,KUHP,Politeia. Bogor.
Bahan Kuliah Pembaharuan Hukum Pidana
Bahamn Kuliah Flsfat Hukum Islam.
RUU KUHP, konsep 1999/2000 .

Tidak ada komentar: