Kamis, 25 Desember 2008

Sistem hukum Philipina

FILIPINA

PENGETAHUAN UMUM
Filipina terdiri dari sekitar 7100 pulau. Sekitar tujuh puluh juta orang menempati tanah seluas 300.000 kilometer persegi dari keseluruhan kepulauan Filipina. Negara ini terbagi menjadi tujuh puluh dua propinsi dalam 12 daerah utama (Illocos, Lembah Cagayan, Luzon Tengah di utara; Tagalog Selatan, Bicol, dan Visayas Barat, Tengah dan Timur di bagian tengah; dan Mindanao Barat, utara, selatan dan tengah di sebelah selatan). Lebih dari setengah populasi bertempat tinggal di Luzon bagian utara, dimana ibukota Filipina, Manila, juga terletak di sana. Sekitar 25 persen populasi bertempat tinggal di Visayas bagian tengah, dan 21 persen di propinsi bagian selatan, Mindanao. Kira-kira 91 persen populasi berketurunan Kristen Melayu, 4 persen Muslim Melayu, dan sekitar 1 persen keturunan Cina. Terdapat 3 persen lainnya yang mewakili kelompok keturunan lain. Agama Roman Katolik menjadi agama dominan (sekitar 80 persen). Iglesia ni Kristo and aliran Protestan lainnya mencakup 9 persen dari populasi, sedangkan 5 persen lainnya beragama Islam, dan populasi yang tersisa mewakili agama lain misalnya Budha, Daoist dan agama lainnya. Harapan hidup untuk perempuan adalah enam puluh sembilan tahun sedangkan untuk laki-laki, enam puluh empat tahun.
Sementara bahasa Inggris dan Tagalog menjadi bahasa resmi, namun terdapat sedikitnya sebelas bahasa dan delapan puluh tujuh dialek bahasa yang digunakan di berbagai kepulauan Filipina. Sekitar separuh dari penduduk berada di bawah garis kemiskinan. Sejak tahun 1997, tingkat pengangguran sebesar 8,7 persen, GDP (Gross Domestic Product) sebesar $3.200 per kapita, tingkat pertumbuhan GDP sebesar sekitar 5,1 persen (CIA World Facebook, 1998). Iklim di Filipina termasuk tropis, dan angin muson tertiup dari arah utara-timur pada bulan Desember sampai Februari dan di arah selatan-barat pada bulan Mei sampai Oktober. Lokasi Filipina di Asia Tenggara telah menjadikannya incaran strategis Amerika Serikat sebagai jalur masuk global.

SEJARAH
Penduduk pertama kepulauan ini berasal dari suku Negrito, yang dikatakan telah memasuki wilayah ini lebih dari tiga puluh ribuan tahun yang lalu. Penduduk keturunan Melayu kemudian menyusul melalui jalur laut ke berbagai wilayah pulau tersebut. Penduduk ini kemudian membentuk sebuah barangays atau komunitas kecil, yang kepalai oleh seorang datu, atau kepala suku. Barangays ini menjadi struktur sosial yang paling mendasar dan sampai sekarang masih bertahan. Pada tahun 1500, penduduk Indonesia membawa agama Islam ke Filipina dan menyebarkannya di daerah selatan. Sementara kaum muslim mendirikan struktur politik mereka sendiri di sekeliling negara teritorial namun mayoritas populasi tetap bertempat tinggal di kependudukan barangay.
Pada tanggal 16 Maret, 1521, Ferdinand Magellan mencapai wilayah Cebu dan menyatakan wilayah tersebut sebagai daerah kekuasaan Charles I Spanyol; dia kemudian dibunuh oleh kepala suku sebulan kemudian. Gelombang ekspedisi berikutnya menandakan dominasi kekuasaan Spanyol, dengan ibukota Manila. Pulau-pulau tersebut dinamakan atas Philip II, yang berkuasa di Spanyol dari tahun 1556 sampai 1598. Struktur keyakinan spiritual yang masih longgar dan dianut oleh penduduk pribumi digantikan pada abad enam belas dan tujuh belas oleh agama katolik, sebagai salah satu tujuan utama penjajahan. Dengan sedikit intervensi kekuasaan Inggris pada tahun 1762 sampai 1778, Spanyol memanfaatkan sumberdaya alam Filipina untuk kepentingan ekspor - indigo, teh, sutera, opium, dan tembakau- dan sebagai pusat perdagangan dengan Meksiko.
Selama masa kekuasaan Spanyol sudah terdapat pengadilan minor maupun yang mayor yang berdiri di bawah Keputusan Kerajaan (Royal Decree) Mei 1583, yang kemudian digantikan oleh Keputusan Kerajaan 1595. Mahkamah Agung terdiri dari Audiencia Territorial de Manila, Audencia de lo Criminal de Cebua, dan Audencia de lo Criminal de Cigan. Pengadilan minor terdiri dari pengadilan tingkat pertama (courts of first instance) beserta pengadilan perdamaian. Kode Sipil Spanyol yang kedudukannya lebih tinggi menggantikan aturan hukum pribumi barangays ketika keduanya saling bertentangan. Walaupun badan yudisial, Audience juga melaksanakan kekuasaan eksekutif dengan tidak adanya gubernur Spanyol di tempat sekaligus berperan sebagai penasehat kepada pemerintahan. Mahkamah Agung Spanyol mempertahankan yurisdiksi pengajuan banding atas segala urusan hukum (Mahkamah Agung Filipina 2000, 1 – 2).
Bersamaan dengan pelaksanaan konfrontasi terhadap Kuba pada tahun 1898, Amerika Serikat menguasai Teluk Manila, sehingga manghancurkan pasukan Spanyol pada bulan Mei tahun tersebut. Penduduk keturunan Filipina bergabung dengan pasukan Amerika Serikat untuk mengalahkan Spanyol, sehingga menyebabkan kekalahan pada bulan Agustus 1898. Penduduk Filipina berharap bahwa kehadiran Amerika tidak akan lama; namun mereka kemudian dikecewakan. Dua hari setelah peperangan dan kekalahan Spanyol, Jenderal Merrot, pimpinan pasukan A.S. mendirikan pemerintahan militer. Hukum-hukum lokal perkotaan, kepemilikan, dan pidana yang tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan milliter tetap berlaku, namun dijalankan oleh pemerintahan yang terdiri dari petugas yang ditunjuk oleh pemerintahan militer (Mahkamah Agung Filipina 2000, 3). Walaupun perlawanan revolusioner berlangsung selama tiga tahunan, namun usaha untuk mendapatkan kemerdekaan tersebut mengalami kegagalan yang mutlak.
Pada bulan Mei 1899, gubernur militer mengumpulkan kembali Audiencia Territorial de Manila, atau Mahkamah Agung Manila. Pengadilan tersebut mempertahankan yurisdiksi sebelumnya atas beberapa pengadilan yang telah ditemukan kembali yaitu pengadilan tingkat pertama dan pengadilan perdamaian pada bulan Juli pada tahun yang sama. Don Cayetano Arellano ditunjuk sebagai presiden Mahkamah Agung, dan campuran antara keturunan Amerika dan Filipina ditunjuk sebagai assisten hakim. Walaupun dengan istilah “pengadilan”, badan-badan ini lebih banyak berfungsi sebagai perpanjangan tangan pemerintahan militer (Cruz Pano dan Martinez 1989, 5 -6). Sebuah konstitusi dikeluarkan pada tahun 1899 yang sejajar dengan konstitusi A.S., dengan adanya majelis perwakilan, badan kehakiman, dan seorang presiden dengan masa jabatan empat tahun.
Pemerintahan sipil didirikan oleh Presiden McKinley pada tanggal 11 Juni, 1901 dan dianggap sebagai permulaan tumbuhnya sistem hukum di Filipina. Kongres meratifikasi usaha ini pada tahun 1902. Kekuasaan yudisial terdapat pada Mahkamah Agung, pengadilan tingkat pertama, hakim pada pengadilan perdamaian, dan pengadilan lainnya yang didirikan menyusul. Mahkamah Agung Amerika Serikat memiliki yurisdiksi atas pengajuan banding pada segala tindakan, perkara, dan perkara dimana konstitusi, statuta, perjanjian, jabatan, hak, atau hak istimewa Amerika Serikat terlibat di dalamnya, atau jika nilai dari perselisihan tersebut melebihi $25.000.
Mahkamah Agung terdiri dari seorang kepala hakim dan enam assisten hakim. Mahkamah Agung merupakan lembaga tertinggi, namun lima hakim mewakili quorum. Hakim-hakim yang ditunjuk pihak Amerika mendominasi dalam keanggotaan Mahkamah Agung Filipina. Dari tahun 1901 sampai 1925, terdapat dua puluh orang Amerika yang ditunjuk untuk bertugas di pengadilan tinggi, sedangkan hanya sebelas orang Filipina yang ditunjuk pada periode yang sama (ibid, 4). Pada tahun 1993, kewarganegaraan Filipina menjadi salah satu syarat bertugas dalam pengadilan sehingga membatasi jumlah orang Amerika yang bertugas di pengadilan.
Mahkamah Agung aslinya memiliki yurisdiksi untuk mengeluarkan writs of mandamus, certiorari (dokumen tertulis agar perkara yang dicantum ditinjau kembali), prohibition (surat perintah pengadilan atasan agar mengehntikan siding perkara yang tengah dilakukan), habeas corpus(surat perintah untuk mengusut perkara salah tuduh), dan quo warranto (surat kuasa berbuat), sekaligus dapat memutuskan berbagai perselisihan lain yang berkaitan dengan hukum. Pengadilan memiliki yurisdiksi atas pengajuan banding pada semua pengadilan di tingkat bawah dan kantor pengadilan dimana yurisdiksinya berlaku.
Pengadilan tingkat pertama memiliki yurisdiksi asli maupun banding atas peradilan di pengadilan perdamaian yang ditetapkan di setiap kota dan memiliki yurisdiksi atas pelanggaran hukum ringan serta perkara-perkara hukum perdata maupun pidana yang ringan. Pengadilan kota ini juga didirikan di propinsi-propinsi yang tidak beragama Kristen dan bekerja sama dengan pengadilan suku (tribal ward courts). Walaupun kedua yurisdiksi diterapkan secara bersamaan, pengadilan suku menerima perkara tindakan perdata atau pidana ringan yang dilakukan oleh pihak suku yang tidak beragama Kristen. Gubernur bersama dengan menterinya merupakan hakim dari pengadilan suku, dan pengajuan banding akan tersalurkan melalui pengadilan tingkat pertama. Perkara-perkara yang tidak mendapatkan pengajuan banding tetap dapat dimodifikasi oleh gubernor propinsi setelah perkara tersebut telah ditinjau kembali (ibid, 12).
Setiap propinsi setidaknya mempertahankan satu pengadilan tingkat pertama dan laporan cataan pengadilan (trial court of record). Satu hakim atau lebih ditugaskan untuk masing-masing distrik; empat hakim tambahan ditugaskan ke berbagai daerah oleh Menteri Keuangan dan Kehakiman (administrator yudisial kepada kepala eksekutif atau gubernur sipil) ketika memang diperlukan – misalnya ketika terjadi absensi atau kekosongan. Para hakim diharuskan memiliki pengalaman menjadi pengacara atau memiliki diploma pengacara minimal lima thaun, untuk dapat menjadi anggota pengadilan Filipina, dan sejak tahun 1935, diharuskan menjadi warga Negara Filipina.
Pemberitahuan dan pelaksanaan perintah, serta penjagaan ketertiban pengadilan ditugaskan kepada juru tulis (clerk) dan kepala polisi pengadilan (sheriffs). Polisi kota bertanggung jawab atas penangkapan dan penahanan pidana. Seseorang yang dituduh telah melakukan perbuatan pidana dapat diwakili oleh pembela publik ataupun penasehat hukum swasta. Walaupun penggunaan para assessor – orang awam yang mengikuti proses pengadilan – diterapkan di beberapa propinsi, namun orang-orang ini tidak digunakan di daerah-daerah yang tidak beragama Kristen (ibid, 13 – 14).
Di bawah pengawasan Amerika, hukum Roman yang ditumbuhkan oleh Spanyol, diintegrasikan dengan tradisi hukum adat di Amerika. Walaupun usaha revolusi gagal, namun keinginan Filipina untuk mendapatkan kemerdekaan sama sekali tidak hilang. Keinginan ini sebagian terpenuhi dengan dikeluarkannya perjanjian kemerdekaan kepada Filipina, yang dikenal secara formal dengan undang-undang Tydings-McDuffie, pada tanggal 24 Maret, 1934. Sebuah konstitusi kemudian dirancang dan disahkan oleh presiden dan juga oleh para pemilih Filipina pada tahun 1936. Undang-undang Tydings-McDuffie memberi mandat agar dikeluarkannya undang-undang hak asasi manusia serta mempertahankan hubungan dagang selama lima tahun ke depan. Mahkamah Agung A.S. tetap memiliki yurisdiksi atas pengajuan banding pada segala keputusan hukum yang berasal dari kepuluaan tersebut sampai periode persemakmuran (Grossholtz, 1964, 26 – 29).
Selama periode persemakmuran, masa transisi 10 tahun dari deklarasi kemerdekaan Filipina sampai ke otonomi Filipina, pasukan Jepang kemudian memasuki Filipina pada tahun 1941, dan dengan mudah dapat mengalahkan pasukan gabungan Amerika dan Filipina. Pasukan Amerika tambahan yang didatangkan tidak hanya harus berlawanan dengan Jepang beserta pihak Filipina yang bergabung dengannya namun juga dengan organisasi komunis Hukbo ng Bayan Laban sa Hapon (Tentara Rakyat untuk melawan Jepang dan juga dikenal dengan ‘Huks’), yang sampai sekarang tetap melakukan perlawanan untuk mendapatkan kekuasaan. Setelah akhirnya dapat menguasai kembali Filipina, Amerika melakukan berbagai usaha untuk memulihkan keadaan ekonomi sehingga semakin memantapkan peran Amerika dalam pengembangannya. Pada tanggal 4 Juli, 1946, Filipina mencapai kemerdekaannya sebagai Negara Republik (ibid., 31- 33).
Dengan sedikit gangguan akibat penjajahan Jepang, pengadilan tetap beroperasi sebagaimana keadaan sebelumnya, namun pengadilan tidak lagi bertanggung jawab kepada Amerika Serikat. Mahkamah Agung Filipina paska perang, kemudian benar-benar membuktikan diri menjadi sebuah lembaga kuat yang mandiri dan memiliki integritas tinggi. Pengadilan tersebut menikmati kekuasaan untuk uji material (judicial review) serta kekuasaan yurisdiksi yang luas atas berbagai permasalahan penting dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial (Tate dan Haynie 1993). Pengadilan tersebut dianggap sebagai salah satu pengadilan banding yang dihormati secara politik dan memiliki kekuasaan besar (Becker 1970; Wurfel 1964). Walaupun korupsi mewabah dalam jalannya perkembangan Republik ini, pengadilan ini berkedudukan jauh di atas cabang-cabang organisasi dan birokrasi lain, sehingga menjadi sangat penting dalam menetapkan legitimitas peraturan hukum.
Selanjutnya, datanglah seorang Marcos yang kemudian mendeklarasikan hukum militer pada bulan September 1972, yang menjadi landasan bagi berjalannya “otoriterisme konstitutional”. Proses ini kemudian memberikan jalur bagi politisasi pengadilan. Sementara kesulitan ekonomi dan perjuangan melawan kelompok ‘Huks’ digunakan sebagai pembenaran deklarasi tersebut, tanpanya, Marcos tidak mungkin dapat menjabat untuk masa jabatan ketiga kalinya sebagai presiden. Menyusul dideklarasikan hukum militer ini, Marcos membubarkan kongres; menahan pihak oposisi; menghentikan hak habeas corpus, hak untuk menyatakan pendapat, hak pers, hak untuk berserikat; serta memberlakukan sistem sensor yang sangat ketat, sehingga mengabaikan segala proses demokratis, namun dengan satu pengecualian; kapisitas pengadilan untuk meninjau kembali tindakannya. Peninjauan ini dalam Konstitusi 1973 yang juga dirancang oleh Marcos, tidak banyak merintangi Marcos, mengingat delapan tahun dalam pemerintahannya merupakan waktu yang cukup untuk menata pengadilan sesuai dengan keinginannya; ini secara jelas terlihat dari bagaimana dia memilih tiga puluh dua hakim untuk bertugas di Mahkamah Agung selama 20 tahun kekuasaannya (Haynie 1998; Tate dan Haynie 1994). Pada akhirnya, pengadilan membalikkan sikap mereka yang sebelumnya cenderung berpihak pada Marcos sehingga muncul kembali keputusan-keputusan pengadilan yang bertentangan dengan kedudukan Marcos dalam beberapa perkara. Sebagai contoh pengadilan memutuskan bahwa pihak berwenang harus menunjukkan adanya bahaya yang jelas dan nyata atas suatu kejahatan untuk dapat menolak pemberian izin (Reyes v. Bagatsing, 125 SCRA 553); pemerintah dilarang menutup stasiun radio tanpa menunjukkan adanya bahaya yang jelas dan nyata (Eastern Broadcasting Corp v Dans, 137 SCRA 628); pengadilan membatalkan penutupan perusahaan Koran yang sering mengkritik Marcos (Burgos v Chief of Staff, 133 SCRA 800); petugas militer dilarang mengintimidasi anggota-anggota dari media (Babst v National Intelligence Board, 132 SCRA 316); individu tidak dapat dikenakan sanksi pidana karena melakukan diskusi-diskusi politik (Salonga v Pano, 134 SCRA 438); dan yang lain (Cruz Pano dan Martinez 1989, 46 – 47). Namun keputusa-keputusan ini tidak dapat memulihkan reputasi dan prestise sistem hukum dan Mahkamah Agung yang semakin merosot. Bukan hanya popularitas Mahkamah Agung yang mengalami penurunan, namun juga dengan popularitas Marcos, yang terlihat pada kekalahannya dalam apa yang disebut ‘pemilu dadakan’ (snap election), yang dilakukan Marcos untuk mengurangi waktu persiapan opposisinya untuk melakukan organisasi dengan efektif. Namun dengan waktu yang singkat ini, para pemilih Filipina memilih Corazon Aquino, istri seorang pahlawan politik Benigno Aquino, dan Marcos tetap tidak mengakui kekalahannya. Hanya setelah Revolusi Kekuasaan Rakyat yang damai, Markos akhirnya meninggalkan Filipina dengan helikopter milik A.S.
Naiknya Aquino diikuti dengan dikeluarkan konstitusi baru pada tahun 1987. Pemilihan Umum Aquino diikuti dengan dua transisi yang damai. Yang pertama adalah kepada presiden Fidel Ramos pada tahun 1992. Ramos menjadi wakil kepala staff angkatan bersenjata di bawah Marcos, namun dia memberikan dukungan yang sangat penting kepada Aquino selama perlawanan pada tahun 1986. Dia menjabat sebagai menteri pertahanan Aquino dan mendapatkan dukungannya dalam pemilihan umum 1992. Setelah ditempuh masa jabatan enam tahun yang telah dimandatkan konstitusi, Ramos digantikan oleh Joseph Estrada pada tahun 1998. Setelah proses impeachement, akhrinya wakil presiden Gloria Macapagal Arroyo, putri Diasdado Macapagal, Presiden Filipina dari 1961 sampai 1965, disumpah sebagai presiden baru pada bulan Januari 2001.
Mahkamah Agung mengeluarkan sebuah resolusi administratif yang memberikan kewenangan kepala hakim untuk memberikan sumpah bertugas kepada Arroyo. Resolusi ini tidak menemukan adanya kekosongan dalam bertugas atas presiden atau keabsahan atau legalitas atas sumpah Arroyo, namun yang demikian diinterpretasi sebagai tindakan pengadilan untuk melegitimasi kenaikan Arroyo, sehingga mengubah tindakan pemecatan Estrada menjadi sebuah kasus suksesi konstitusional. Setelah dukungan militer tidak diperoleh lagi, Estrada mengosongkan istana kepresidenan secara damai namun tetap mempertahankan sikap bahwa dialah yang sepatutnya menjadi presiden. Pemilu dan kenaikan orang-orang seperti ini di Filipina menunjukkan proses pemilihan umum di Filipina yang sangat didorong oleh kepentingan pribadi. Berbagai partai tunduk kepada para calon-calon yang memimpin mereka, dan mereka tidak memiliki kontinuitas dalam substansi ataupun dalam struktur. Walaupun keempat pemimpin, paska Marcos, kesemuanya pernah mengalami ketidakstablian politik dan tantangan konstitusi dan ekonomi, namun demokrasi yang dalam pertumbuhan tetap terjaga.

STRUKTUR PENGADILAN
Sistem hukum Filipina saat ini terdiri dari kehakiman yang terintegrasi. Sidang pengadilan paling bawah terdiri dari siding pengadilan metropolitan, siding pengadilan kota, dan siding pengadilan kota sirkuit. Pengadilan ini memutuskan perkara dalam batas yurisdiksi yang sempit, termasuk pelanggaran terhadap peraturan setempat dan pelanggaran dimana sanksi hukum tidak melebihi enam tahun, pada perkara perdata tidak melebihi P100.000 (P200.000 di metro Manila). Sidang pengadilan kota yang lebih tinggi terdiri dari siding pengadilan daerah yang memiliki yurisdiksi umum untuk perkara pidana maupun perdata dimana sanksi dan nilia-nilai berkedudukan di atas pengadilan metropolitan dan kota. Perkara-perkara yang diputuskan oleh siding pengadilan metropolitan dan kota dapat mengajukan banding ke sidang pengadilan daerah. Di atas pengadilan terdapat pengadilan perantara untuk pengajuan banding, yang meninjau kembali perkara yang diajukan banding dari siding pengadilan daerah. Pengadilan perantara ini dapat meninjau kembali pertanyaan berupa fakta ataupun hukum. Penyelesaian perkara yang dari awal sudah dilakukan di sidang pengadilan daerah dapat mengajukan banding sebagai salah satu hak. Perkara yang mendapatkan pengajuan banding yang dari awalnya berasal dari sidang pengadilan kota dan kemudian diputuskan oleh sidang pengadilan daerah diterima dengan kebijaksanaan tertentu.
Mahkamah Agung berdudukan di puncak sistem yudisial dan secara teori hanya menerima pertanyaan berkaitan dengan hukum. Badan ini meninjau kembali pengajuan banding di siding pengadilan daerah dan pengadilan banding. Pengajuan banding kepada Mahkamah Agung bukanlah masalah hak semata, dengan pengecualian perkara pidana yang memiliki keputusan berkaitan dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup. Mahkamah Agung juga memiliki wewenang untuk mengeluarkan writ (surat perintah kehakiman) luar biasa termasuk certiorari, prohibition, mandamus, habeas corpus, injunction, contempt dan lain-lain.
Mahkamah Agung terdiri dari seorang kepala hakim dan empat belas assisten hakim. Panel yang terdiri dari tiga, lima atau tujuh anggota ditentukan dalam kebijsakasanaan pengadilan untuk menerima banding. Para hakim bertugas dalam kondisi yang baik sampai umur tujuh puluh tahun dan menikmati perlindungan dalam persoalan gaji. Hakim di tingkat pengadilan bawah harus berasal dari warga Negara asli dan anggota dari pengadilan Filipina. Selanjutnya, hakim yang bertugas di Mahkamah Agung harus berumur minimal empat puluh tahun, dan telah memiliki pengalaman menjadi hakim di tingkat pengadilan bawah atau memiliki pengalaman sebagai pengacara Filipina minimal lima belas tahun. Konstitusi 1987 sedikit mengubah cara seleksi hakim dan anggota kehakiman. Konstitusi tersebut mendirikan sebuah Dewan Hakim dan Pengadilan (Judicial and Bar Council) yang terdiri dari menteri kehakiman, satu anggota kongres, satu orang akademisi, satu senator, satu anggota dari sektor privat, perwakilan dari Pengadilan Terpadu Filipina (Integrated Bar of Philippines), satu hakim yang sudah pensiun, dan kepala hakim Mahkamah Agung. Badan ini memeriksa calon-calon dan memberikan tiga calon kepada presiden untuk memilih salah satu diantara ketiganya atau dapat menolak semuanya sekaligus. Sebelumnya, penunjukkan kepada pengadilan dilakukan oleh presiden dan disahkan oleh badan konstitusional, yang dikenal dengan Komisi Penunjukkan (Commission of Appointment). Penunjukkan melalui Dewan Hakim dan Pengadilan seharusnya mengurangi nuansa politik atas proses penunjukkan, yang sbelumnya telah digunakan sebagai sistem penghargaan. Namun sedikit perubahan yang terjadi pada Dewan Hakim dan Pengadilan. Presiden sangat berpengaruh pada komposisi dewan tersebut, dan dewan ini malah dianggap memfasilitasi penunjukkan terhadap orang-orang yang setia kepada presiden (Haynie 1998).
Pengadilan juga bertanggung jawab atas administrasi kehakiman, dan juga pemantauan atas Pengadilan Terpadu Filipina (PTF). Aturan pengadilan yang diumumkan secara resmi oleh Mahkamah Agung Filipina mensyaratkan bahwa setiap orang yang berkeinginan untuk mempraktekkan hukum haruslah seorang warga Negara yang telah minimal berusia dua puluh satu tahun, memiliki moral yang baik, bebas dari tuduhan kejahatan moral, dan lulus ujian pengadilan yang diberikan oleh Mahkamah Agung. Agar dapat mengikuti ujian tersebut, para pendaftar harus lulus kurikulum hukum masa empat tahun dalam sebuah universitas yang terakreditasi. Lebih dari lima puluh sekolah hukum berdiri di Filipina. Antara tiga ribu lima ratus dan empat ribu lima ratus orang mengikuti ujian pengadilan setiap tahunnya. Diantaranya sekitar enam ratus sampai seribu lima ratus diterima untuk bekerja di pengadilan setiap tahunnya. Profesi hukum diintegrasikan dengan badan korporasi pada tanggal 16 Januari 1973. Pengadilan Terpadu Filipina dengan empat puluh lima ribuan anggotanya mempertahankan bantuan hukum dan proyek-proyek hak asasi manusia. Pendidikan lanjutan dan program pelatihan telah dikembangkan bagi mereka yang telah ditunjuk untuk bertugas atau pada posisi lain dalam sistem kehakiman. Misalnya, Program Pendidikan dan Pelatihan Jasa Penuntut Nasional dikembangkan untuk meningkatkan professionalitas jaksa penuntut di seluruh negara. Serupa dengan hal tersebut, program orientasi yang wajib tersedia untuk hakim yang baru saja ditunjuk, dan Mahkamah Agung membutuhkan pendidikan lanjutan untuk hakim yang sedang bertugas.

Struktur Hukum Pengadilan Filipina

*Pengadilan khusus


PENGADILAN KHUSUS DAN KANTOR PENGADILAN
Pengadilan pengajuan banding untuk urusan pajak memiliki yurisdiksi khusus atas keputusan yang dibuat komisioner pendapatan internal, komisioner bea cukai, dan dewan assesmen pengajuan banding tingkat propinsi atau kota. Keputusan yang dibuat Pengadilan Banding Perpajakan diperiksa kembali secara langsung oleh Mahkamah Agung.
Pengadilan Graft (Suap), Sandiganbayan, memiliki kewenangan untuk memperkarakan dan memutuskan perkara-perkara berhubungan dengan pelanggaran terhadap undang-undang Anti-Suap dan Praktek Korupsi, misalnya tindakan menyuap atau kejahatan lain yang dilakukan oleh petugas publick berhubungan dengan tugasnya. Pengajuan banding atas keputusan yang dibuat Sandiganbayan berujung pada Mahkamah Agung pada beberapa bidang yang didefinisikan secara khusus dalam konstitusi.
Pengadilan Syaria Sirkuit dan pengadilan Syaria Distrik memiliki yurisdiksi yang terbatas pada populasi kaum muslim di Mindanao, dimana aturan-aturan kaum Muslim atas hukum pribadi ditegakkan. Pengadilan Syaria memiliki yurisdiksi eksklusif atas beberapa hukum pribadi dan keluarga, termasuk hak asuh, perwalian, urusan kebapakan, dan distribusi, pembagian dan penyelesaian urusan tanah milik. Pengajuan banding atas keputusan pengadilan Syaria Sirkuit disalurkan kepada pengadilan Syaria Distrik. Pengajuan banding terhadap keputusan pengadilan Syaria Distrik tersalurkan kepada Pengadilan Banding dan akhirnya kepada Mahkamah Agung pada bidang yang didefinisikan secara khusus dalam konstitusi.
Sejumlah kantor pengadilan administratif atau komisi memiliki kewenangan untuk memutuskan beberapa kategori perkara tertentu, yang dikenal dengan kuasi-pengadilan atau kuasi-agensi yudisial. Yang demikian terdiri dari Komisi Layanan Sipil, Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Audit. Keputusan komisi ini dapat diajukan banding langsung ke Mahkamah Agung. Kuasi-pengadilan lain yang diciptakakan oleh statuta termasuk diantaranya Komisi Hubungan Buruh Nasional, Departmen Reformasi Agraria, Komisi Asuransi, dan Kewenangan Registrasi Tanah. Pengajuan banding kepada pengadilan ini tersalurkan kepada Pengadilan Banding.

KERANGKA KONSTITUSI
Konstitusi Filipina tahun 1987 yang mengikuti model A.S., menetapkan tiga cabang terpisah dalam pemerintah. Cabang eksekutif diketuai oleh presiden dan wakil presiden yang terpilih melalui pemilihan umum secara terpisah untuk masa jabatan enam tahun. Karena mereka dipilih secara terpisah, mereka tidak mesti menjadi anggota partai yang sama. Dalam kenyataannya, pada tahun 1998, Joseph Estrada dari partai Perjuangan Masa Nasionalis Filipina dipilih sebagai presiden sedangkan Gloria Macapagal Arroyo dari partai Kekuatan Rakyat-Perserikatan Nasional Demokrat Kristen dipilih sebagai wakil presiden. Cabang legislatif yang bicameral (terdiri dari dua dewan) terdiri dari Senat yang beranggotakan 24 orang, dan dipilih secara luas, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan 260 orang yang dipilih melalui penunjukkan distrik-distrik. Anggota senat dapat bertugas maksimal dengan dua masa jabatan (satu masa jabatan adalah enam tahun), anggota dewan perwakilan rakyat dapat bertugas dengan maksimal tiga masa jabatan (satu masa jabatan adalah tiga tahun). Badan kehakiman terdiri dari Mahkamah Agung yang beranggotakan 15 orang, yang menerima perkara dalam pembagian tiga divisi yang dibagi antara lima anggota masing-masing (Banks dan Muller 1999, 777 – 780).
Konstitusi menyediakan sebuah perjanjian hak asasi manusia yang memasukkan seluruh bentuk perlindungan dalam perjanjian hak asasi manusia di Amerika Serikat dengan sejumlah bentuk perlindungan tambahan. Misalnya, konstitusi tidak hanya melindungi kebebasan menyatakan pendapat namun juga ekspresi pendapat; tidak hanya perlindungan dari pemeriksanaan tanpa alasan namun juga perlindungan terhadap kebebasan tempat tinggal; perlindungan buruh; urusan kontrak; keyakinan dan aspirasi politik; perlindungan terhadap “hukuman yang mendegradasikan secara fisik dan psikologis terhadap tahanan atau penggunaan fasilitas hukuman yang di bawah standar.” Pasal VIII dari konstitusi mengharuskan pemerintah agar mengatur barang milik dan lingkungan kerja untuk dapat mempromosikan keadilan sosial dan hak asasi manusia. Walaupun hukuman mati dibatalkan pada Konstitusi tahun 1987, namun pembatalan dicabut pada tahun 1993 untuk tiga belas jenis kejahatan, termasuk penculikan, pembunuhan, pemerkosaan, pembajakan, pengkhianatan, dan merampas badan keuangan Negara. Walau secara retorik hal ini cukup mengesankan, namun upaya perwujudan janji-janji dalam Konstitusi 1987 terbukti sangat sulit (ibid, 776).
Sementara dalam konstitusi 1987, sistem hukum tidak banyak mengalami perubahan, anggapan kesetiaan pengadilan tehadap Marcos membangkitkan usaha yang lebih keras agar sistem hukum menjadi lebih independen, khususnya Mahkamah Agung. Mahkamah Agung memberikan supervisi administratif pada pengadilan di bawahnya, hakim, pekerja, dan urusan kedisiplinan pengadilan. Sebelumnya, Departmen Kehakiman bertanggung jawab atas administrasi kehakiman. Konstitusi juga memperluas yurisdiksinya yang sebenarnya sudah luas agar memasukkan perkara “penyimpangan penggunaan kebijaksasnaan yang berlebihan” atau “kurangnya atau terlalu banyaknya yurisdiksi atas bagian-bagian cabang manapun atau instrumentasi pemerintah.” Karena pengadilan tidak memiliki kontrol kebijaksanaan atas acara pengadilannya sendiri, dan mengingat kondisi masyarakat Filipina yang litigious (kecenderungan untuk tidak sepakat khususnya dalam penyelesaian perkara hukum), terdapat beberapa masalah dalam masyarakat yang tidak sampai ke pengadilan.
Bertambah kuatnya pengadilan diikuti oleh kekuasaan pengadilan yang semakin besar. Dan dengan kekuasaan yang semakin besar maka semakin besar pula sorotan pengadilan oleh pihak pers (Haynie 1998). Pengadilan mendapatkan popularitas dan legitimasi yang cukup tinggi langsung setelah tercetusnya revolusi 1986. Di bawah kepemimpinan kepala hakim Teehankee, salah seorang protagonist terhadap Marcos pada masa akhir kekuasaannya, pengadilan menjadi semakin didukung masyarakat. Survei yang dilakukan Klub Bisinis Makati, sebuah ikatan eksekutif bisnis meminta penilaian terhadap kinerja agensi-agensi pemerintah, dan pengadilan dinyatakan sebagai agensi yang paling baik kinerjanya. Namun serangkaian skandal mewabah dalam pengadilan di tahun 1990an (di bawah kepala hakim Andres Narvasa), termasuk tindakan suap pada hakim-hakim di pengadilan bawah, dipermudahnya akses hakim yang telah pensiun (yang dipekerjakan oleh firma besar) kepada anggota Mahkamah Agung yang sedang bertugas, pihak pemenang perkara yang dibuat oleh pendapat Mahakmah Agung, dan manipulasi penulisan opini publik untuk mendapatkan sebuah hasil tertentu. Sebagai hasilnya, satu dekade setelah turunnya Marcos, survey yang dilakukan Klub Bisnis Makati meranking pengadilan pada posisi sembilan belas dari tiga puluh dua badan pemerintah, di bawah ranking department buruh dan militer. Secara umum, sistem pengadilan menempati ranking tiga puluh dari tiga puluh dua, bahkan tidak lebih baik dari bagian pengumpulan sampah (ibid).

Tidak ada komentar: