BAB I
PENDAHULUAN
Kriminologi termasuk cabang ilmu yang baru. berbeda dengan hukum pidana yang muncul begitu manusia bermasyarakat. Kriminologi baru berkembang tahun 1850 bersam-sama sosiologi, antropologi dan psikologi. Berawal dari pemikiran bahwa manusia merupakan srigala bagi manusia lain (Homo Homini Lupus), selalu mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan orang lain. oleh sebab itu maka diperlukan satu norma untuk mengatur kehidupannya. hal itu sangat penting demi menjamin rasa aman bagi manusia lainnya.
Dalam ilmu hukum dikenal berbagai Norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu:
Norma Agama
Norma Kesusilaan
Norma Kesopanan
Norma Hukum
yang masing-masing norma tesebut diatas memiliki sangsi sendiri-sendiri
A. Pengertian Kriminologi
Nama Kriminologi yang disampaikan oleh P.Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi perancis, secara harfiah berasal dari kata “Crimen” yang berarti Kejahatan atau penjahat dan “Logos” yang berarti ilmu pengetahuan. maka Kriminologi dapat berarti Ilmu tentang kejahatan atau penjahat.
Beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda mengenai kriminologi ini. Diantaranya adalah:
BONGER Memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. dan bonger membagi kriminologi ini menjdi kriminologi murni yang mencakup:
Antropologi Kriminil, ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat.
sosiologi kriminil, ilmu penhetahuan tentang kejahatan sebagai gejala masyarakat.
Psikologi Kriminil, ilmu pengetahuan yang melihat penjahat dri sudut jiwanya;
Psikopatologi dan Neuropatologi kriminil, yaitu ilmu tentang penjahat yng sakit jiwa dan urat syaraf;
Penologi, ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.
Disamping itu Bonger juga membagi menjadi Kriminologi terapan yang berupa:
Higiene Kriminil, usaha yang bertujuan mencegah terjadinya kejahatan;
Politik Kriminil, usaha penanggulangan kejahatan dimana satu kejahatn terjadi. disini dilihat sebab-sebab seorang melakukan kejahatan, kalau karena faktor ekonomi maka yng perlu diperbaiki adalah kesejhteraan masyarakatnya.
Kriminalistik, yang merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyidikan tekhnik kejahatan dn pengusutan kejahatan.
SUTHERLAND Merumuskan, (The Body of Knowledge regarding crime as social Phenomenon) kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebgai gejala sosial. menurut SUTHERLAND Kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelnggaran hukum. sehingga olehnya dibagi menjadi empat yaitu:
Sosiologi Hukum, ilmu tentang perkembangan hukum.
Etiologi Hukum yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab-sebab kejahatan;
Penologi yang menaruh perhatian atas perbaikan nara pidana.
Etiologi Hukum yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai sebab-sebab kejahatan;
PAUL MUDIGDO MULYONO Tidak sependapat dengan definisi yang diberikan SUTHRLAND. menurutnya definisi itu seakan-akan tidak memberikan gambaran bahwa pelaku kejahatan itupun mempunyai andil atas terjadinya kejahatan, oleh karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari sipelaku untuk melakukan perbuatan jahat yang ditentang oleh masyarakat tersebut.
karenanya PAUL MUDIGDO MULYONO memberikan definisi Kiminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.
WOLFGANG SAVITZ dan JOHNSTON dalam The Sociology of Crime and Delinquency
memberikan definisi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala gejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola, dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.
B. Hukum Pidana dan Kriminologi
Perlu pula disampaikan mengenai Hubungan antara Hukum Pidana dan Kriminologi,karena Berbicara mengenai kriminologi tidak akan lepas berbicara hukum pidana
Kriminologi sebagai Ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab musabab kejahatan dilihat dari berbagi segi.Maka Kriminologi merupakan pertanyaan MENGAPA DAN BAGAIMANA ? artinya mengapa orang itu melakukan kejahatan ? dan Bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk Mencegahnya agar tidak terjadi kejahatan?
Jadi hubungan dari keduanya adalah Baik buruknya hukum pidana serta berhasil atau tidaknya pemberantasan kejahatan di dalam masyarakat sangat tergantung bagaimana ilmu kriminologi berperan melakukan analisa terhadap fenomena sosial
C. Posisi Kriminologi dalam Proses Kebijakan Publik
D. Obyek studi Kriminologi
Obyek Studi Kriminologi mencakup tiga hal yaitu: Penjahat, Kejahatan dan reaksi masyarakat terhadap keduanya. SHUTERLAND (dari aliran Hukum/Yuridis) membatasi obyek studi kriminologi pada perbuatan-perbuatan sebagaimana ditentukan dalam hukum pidana saja.
pendapat Shuterland ini mendapat tantangan dari para sarjana lainnya. Mann Heim (dari aliran non yuridis atu sering dikenal dengan aliran Sosiologis) misalnya yang mengatakan sependapat dengan Thoesten sellin bahwa kriminologi harus diperluas dalam memasukkan “conduct Norm” (norma-norma kelakuan) yaitu norma-norma tingkah laku yang telah digriskan oleh berbagai kelompok-kelompok masyarakat.
Conduct Norm dalam masyarkat menyangkut Norma kesopanan, norma susila, norma adat, norma agama dan norma Hukum. jadi obyek studi kriminologi bukan saja perbuatan-perbuatn yang bertentangan dengan hukum , tetapi juga yang bertentangan dengan tingkah laku yang oleh masyarakat tidak disukai, meskipun perbuatan itu bukan merupakan pelanggaran dalam hukum pidana.
E. Faktor-faktor yang memicu perkembangan Kriminologi
Dua faktor yang memicu perkembangan kriminologi yaitu:
1. Ketidak puasan terhadap hukum pidana, hukum acara pidana dan sistem penghukuman.
2. munculnya penerapan metode statistik.
Ad.1.Ketidak puasan terhadap hukum pidana, hukum acara pidana dan sistem penghukuman.
Hukum Pidana pada abad ke-16 hingga abad ke-18 dijalankan semata-mata untuk menakut nakuti dengan penjatuhn hukuman yang berat-berat, sehingga menjadi hal yang biasa pada saat itu melihat hukuman badan yang sadis. hal ini dilkukan bertujuan bagaimana supaya masyarakat pada umumnya dapat terlindungi dari kejahatan.
Dalam Hukum Acara Pidana tersangka diperlakukan selayaknya barang untuk diperiksa. dilakukan dengan rahasia tergantung keinginan sipemeriksa sehingga hak-hak tersangka dilanggar secara total. selanjutnya muncul gerakan anti terhadap sistem tersebut.
Cesare Beccria (1738-1794) (seorang bangsawan Italia yang lahir pada 15 maret 1738, seorang ahli matematika dan ahli ekonomi yang menaruh perhatin pada kondisi hukum saat itu) yang merupakan tokoh yang paling keras dalam usaha menentang kesewenang-wenangan lembaga peradilan pada saat itu. dalam bukunya dia menguraikan atas keberatan-keberatannya terhdap hukum pidana, hukum Acara pidana dan sistem penghukuman.
Delapan prinsip yang menjadi landasan bagaimana hukum pidana, hukum acara pidana dan sistem penghukuman dijalankan. Yaitu:
Perlunya dibentuk suatu masyarakat berdasarkan prinsip social contrac
Sumber Hukum adalah Undang-undang dan bukan hakim.
penjatuhan hukuman oleh hakim harus didasarkan semata-mata karena Undang-undang.
menghukum adalah merupakan hak negara, dan hak itu diperlukan untuk melindungi masyarakat dari keserakahan individu
harus dibuat skala perbandingan antara kejahatan dan penghukuman
dalam menentukan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh sutu kejahatan maka yang menjadi dasar penentuan hukuman adalah perbuatannya dan bukan niatnya.
(prinsip hedonisme) artinya motif manusia pada dasarnya didasarkan pada keuntungan dan kerugian. / manusia dalam melakukan perbuatan pidana akan selalu menimbang kesenangan atau kesengsaraan yang akan diperoleh.
prinsip dari hukum pidana adalah ada pada sanksinya yang positip.
prinsip-prinsip ini kemudian diterapkan oleh Napoleon dalam Undang-undangnya yang dikenal sebagai
CODE CIVIL NAPOLEON (1791) Ada tiga prinsip yang diadopsi dalam undang-undang tersebut yaitu:
Kepastian Hukum. Asas ini diartikan bahwa hukum harus dibuat dalam bentuk tertulis. Beccaria bahkan melarang hakim itu menginteprestasikan undang-undang karena dia bukan lembaga legislatif.
Aquality Before The Law (persamaan didepan Hukum) asas ini menentang keberpihakan didepan hukum, untuk itulah maka dituntut untuk menyamakan derajad setiap orang didepan hukum.
Keseimbangan antara Kejahatan dan hukuman, Beccaria melihat bahwa dalam pengalaman ada putusan-putusan hakim yang tidak sama antara satu dengan yang lain (Disparitas) hal ini disebabkan oleh karena Spirit of the law ada pada hakim melalui kekuasaannya dalam menginteprestasikan undang-undang.
Selain Beccaria tercatat nama Jeremy Betham sebagai tokoh yang menghendaki perubahan terhadap sistem penghukuman yang ada pad waktu itu. dia menerbitkan suatu rencana pembuatan Rumah Penjara dengan nama PANOPTICON atau THE INSPENCTION HOUSE.
Ad.2.Munculnya penerapan metode statistik.
statistik adalah pengamatan massal dengan menggunakan angka-angka yng merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan ilmu-ilmu sosial.QUETELET (1796-1829) ahli ilmu pasti dan sosiologi dari Belgia yang pertama kali menerapkan statistik dalam pengamatanya tentang kejahatan. Dia yang membuktikan pertamakali bahwa kejahatan adalah fakta kemasyarkatan. dalam pengamatanya Quetelet melihat bahwa dalam kejahatan terdapat pola-pola yang setiap tahunnya selalu sama, sehingga dia menyimpulkan bahwa kejahatan dapat diberantas dengan memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat.
BAB II
TEORI-TEORI DAN MADZAB DALAM KRIMINOLOGI
A. Madzab dalam Kriminologi
Dalam perkembangan lahirnya teori-teori tentang kejahatan, maka dapat dibagi menjadi tiga madzab atau aliran yaitu:
Madzab klasik
Madzab Kartografik
Madzab socialis
Madzab Tipologis
1. Madzab Klasik
mazab kriminologi klasik dipengaruhi oleh ajaran agama, hedonisme (keinginan) rasionalisme dan lain-lain.
mazab kriminologi klasik mulai berkembang di Inggris selama pertengahan abad ke 19, kemudian pengaruhnya meluas kenegara-negara eropa lainnya termasuk sampai ke Amerika Serikat.
Tokoh aliran ini antara lain Becaria, yang mengatakan pelaku memiliki kehendak bebas (Free Wiil) dengan konsekuensi yang telah dikalkulasikan sendiri. oleh karena itu menurut aliran ini persoalan sebab kejahatan telah dijawab secara sempurna sehingga tidak perlu lagi digali melalui penelitian untuk menemukan sebab musabab kejahatan.
2. Mazab Kartografik
Peletak dasar Mazab ini adalah Quetelet Dan AM. Guery
penganut mashab ini berpendapat bahwasegala kejahatan sebagai ekpresi kondisi sosial tertentu. sistem pemikiran ini bukan hanya meneliti jumlah kriminalitas secara umum saja tetapi melakukan study khusus tentang Juvenile Delequency (kenakalan Remaja). dan mengenai kejahatan profesional yang ada pada saat itu.
3. Mashab Socialis
Mashab ini mengacu pada ajaran marx dan Engels yang telah dimulai sejak tahun 1850 yang didasarkan pada diterminisme ekonomi.menurut mashab ini kriminalitas adalah konsekuensi dari masyarkat kapitalis akibat sistem ekonomi yang diwarnai dengan penindasan terhadap kaum buruh, sehingga menciptakan faktor-faktor yang mendorong berbagai penyimpangn termasuk kejahatan sesuai dengan ideologinya.
maka mashab ini menampilkan ajaran masyarakat sosialis
4. Mashab Tipologi
Mashab tipologi atau biotipologi tercatat dalam sejarah kriminologi meliputi tiga kelompok yang berpendapat bahwa “Beda antara penjahat dan bukan penjahat terletak pada sifat tertentu pada kepribadian, yang mengakibatkan seseorang tertentu dalam keadaan tertentu berbuat kejahatan dan seseorang yang lain tidak.
Kelompok tipologi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Lombrosian
Aliran ini dipelopori oleh seorang dokter Italia C. LOMBROSO. oleh karena itu mashab ini dinamakan mashab italia
penyebaran pendapat ini dilakukan dengn menggunakan pamlet pada tahun 1876 kemudian berkembang menjadi 3 buku
Pada mulanya mashab ini dengan tegas mengeluarkan pendapatnya sebagai berikut:
Penjahat sudah sejak lahirnya memiliki tipe tersendiri
tipe ini dapat dikenali melalui beberapa ciri tertentu seperti
Tengkorak yang asimetris,
rahang bawah yang panjang,
hidung yang pesek,
rambut janggut yang jarang,
dan tahan sakit.
kelima tanda ada bersamaan jelas tipe penjahat, tiga sampai lima meragukan dan dibawah tiga mungkin bukan penjahat.
Tanda-tanda lahiriah itu bukan penyebab kejahatan. tanda itu pembawaan sejak lahir sebagai ciri seorang penjahat
karena ada kepribadian sejak lahir mereka tak dapat terhindar untuk berbuat kejahatan, kecuali jika lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan.
oleh karena lombroso sendiri tidak pernah meneliti secara cermat mereka yang penjahat dan yang bukan penjahat, sehingga hipotesa dan teori-teorinya tidak membawa hasil yang berarti.
2. Mental Testersi
Pelopornya adalah GODDARD. aliran ini berpendapat bahwa Feeble Mindedness (kelemahan otak)ini dapat menimbulkan kejahatan.
Goddard dengan teorinya mengatakan bahwa kelemahan otak yang diturunkan oleh orang tuanya sesuai dengan hukum-hukum mendel, mengakibatkan orang-orang tersebut tidak mampu menilai akibat perilakunya dan tidak bisa menghargai undang-undang sebagimana mestinya.
aliran-aliran inipun lama-lama pudar karena setelah dilakukan standarisasi tes mengenai kelemahan otak dlam sebab kejahatan tidk menunjukkan hasil yang memuaskan. seperti danya kejahatan White Collar Crime.
B. Teori-teori dalam Kriminologi
George B Vold menyebutkan bahwa teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul manakala seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti.
sejarah peradaban manusia mencatat adanya dua bentuk pendekatan yang menjadi landasan bagi lahirnya teori-teori dalam kriminologi yaitu:
1. Spiritualisme
Dalam penjelasan tentang kejahatan, spiritualisme memiliki perbedaan yang mendasar dengan metode penjelsan kriminologi yang ada pada saat ini. penjelasan spiritualime memfokuskan perhatin pada perbedan antara kebaikan yang datangnya dari dewa/tuhan dan keburukan yang datangnya dari setan. seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan dipandang sebagai orang yang telah terkena bujukan setan (Evil/Demon)
pendekatan spiritual ini menekankan pada kepercayaan bahwa yang benar pasti menang dengan menggunakan kepercayaan ini sehingga segala persoalan yang dihadapi dimasyarakat selalu diselesaikan dengan metode-metode yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran.
kejahatan dianggap sebagai permasalahan antara korban dan keluarganya dengan pelaku dan keluarganya. akibatnya adalah menjadi konflik yang berkepanjangan contohnya:
fenomena Carok dimandura yaitu perang tanding antara keluarga pelaku dan keluarga korban, merupakan wadah untuk balas dendam. dalam hal ini ada suatu kepercayaan dari masyarakat bahwa kebenaran akan selalu menang dan kejahatan pasti akan menglami kebinasaan.
namun akibat lain dari kepercyaan tersebut adalah jika keluarga pelaku memenangkan perang tanding maka masyarakat akan menganggap keluarga pelaku itu benar dan keluarga korban mendapatkan celaan ganda.
Memberikan hukuman kepada seseorang yang dianggap memfitnah, yaitu dengan cara menggantungkan batu pada kakinya dan dilempar disungai.
meski dalam kenyataan dimasyarakat, dapat dilihat secara nyata bahwa penjelasan spiritual ini ada dan berlaku dalam berbagai bentuk dan tingkatan budaya, namun aliran ini memiliki kelemahan-kelemahan yaitu penjelasan ini tidak dpt dibuktikan secara ilmiah.
2. Naturalisme
Naturalisme merupakan model pendekatan lain yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Hippocrates menyatakan “ The Brain is organ of the maind” otak adalah organ untuk berpikir. perkembangan paham rasionalisme yang muncul dari perkembangan ilmu alam setelah abad pertengahan menyebabkan manusia mencari model yang lebih rasional dan mampu dibuktikan secara rasional.
Banyak sekali teori- teori dalam kriminologi namun dalam uraian ini hanya akan diuraikan beberapa teori saja yang sangat relevan untuk dilakukan pengkajian teori-teori tersebut adalah:
1. BODY TYPES THEORIES (Teori tipe fisik)
Teori ini mengemukakan bahwa penjahat itu dapat dilihat dengan kondisi fisik tertentu. para ahli yang memiliki teori dengan model tipe fisik ini melihat orang melakukan kejahatan dapat diamati melalui keadaan fisik baik fisik yang terlihat yaitu lahiriah maupun fisik yang termasuk ke dalam gen atau kromosom-kromosom dalam tubuh.
banyak sekali ahli-ahli yang membangun teorinya dengan tipe fisik ini namun dalam hal ini hanya beberapa saja yang disampaikan yang dianggap menarik untuk dikaji.
William H Sheldon (1898-1917)
dia memformulasikan tipe-tipe tubuh yang dapat dikelompokkan menjadi:
The Endomorph (memiliki tubuh gemuk)
The Mesomorph (berotot dan bertubuh Atletis)
The ectomorph (tinggi, kurus, fisik yang rapuh)
setiap tipe tadi mempunyi temperamen yang berbeda-beda. menurutnya ada korelasi antara fisik dan temperamen tetapi tidak untuk satu hubungan. sehingga dalam kesimpulan penelitiannya dia menyimpulkan bahwa orang yang didominasi sifat bawaan Mesomorph (secara fisik kuat, agresif dan atletis) cenderung lebih dari orang lainnya untuk terlibat dalam perilaku ilegal.
dalam studinya ini Shaldon meneliti 200 pria berusia 15 sampai 21 guna menghubungkn antara fisik dan temperamen.
Temuan William Sheldon tadi mendapat dukungan dari Sheldon Gluck dan eleanor Gluck yang melakukan study kompartif antara pria Delinquent dengan non delinquent. sebagai suatu kelompok, pria Delinquent didapati memiliki wajah yang lebih sempit. (kecil) dada lebar, pinggang yang lebih besar dan luas, lengan bawah dan lengan atas yang lebih besar dibandingkan non Delinquent. penyelidikan mereka juga menyimpulkan bahwa kurang lebih 60 % delinquent dan 31 % non delinquent didominasi mereka yang Mesomorphic.
ada beberapa hasil kajian yang menghubungkan faktor-faktor genetika dengan kriminalitas, antara lain studi tentang orang kembar (Twin Studis), adopsi (adoption Studies) dan Cromosom ( The XYY syindrom).
untuk membuktikan apakah benar kejahatan ditentukan oleh genetika, para peneliti telah meneliti Monozigotic twins dihasilkan dari satu telur yang dibuahi yang membelah menjadi dua embrio kembar seperti ini membagi sama gen-gen mereka. sedangkan Fraternal atau Dizygotic dihasilkan dri dua telur terpisah, keduanya dibuahi pada saat yang bersamaan. mereka membagi sekitar setengah dari gen-gen mereka.
ada beberapa hasil kajian yang menghubungkan faktor-faktor genetika dengan kriminalitas, antara lain studi tentang orang kembar (Twin Studis), adopsi (adoption Studies) dan Cromosom ( The XYY syindrom).
untuk membuktikan apakah benar kejahatan ditentukan oleh genetika, para peneliti telah meneliti Monozigotic twins dihasilkan dari satu telur yang dibuahi yang membelah menjadi dua embrio kembar seperti ini membagi sama gen-gen mereka. sedangkan Fraternal atau Dizygotic dihasilkan dri dua telur terpisah, keduanya dibuahi pada saat yang bersamaan. mereka membagi sekitar setengah dari gen-gen mereka.
Karl kristiansen dan sarnof A. mednick melakukan study terhadap 3.586 pasangan kembar disatu kawasan Denmark antara tahun 1881 dan tahun 1910 diakitkan dengan kejahatan serius. mereka menemukan bahwa pada indetical twins jika pasangannya melakukan kejahatan maka 50 % pasanganya juga melakukan kejahatan sedangkan pada Fraternal twins angka tersebut hanya 20 %. temuan ini mendukung hipotesa bahwa beberapa pengaruh genetika meningkatkan resiko kriminalitas.
selain itu juga ada study terhadap adopsi anak, yang menyimpulkan bahwa. kriminalitas dari orang tua asli (orang tua bilologis) memiliki pengaruh besar terhadp anak dibansing kriminalitas orang tua angkat.
2. CULTURAL DEVIANCE THEORIES (Teori-teori penyimpangan budaya)
ada tiga teori utama dari Cultural Deviance theories yaitu:
1. Social Dis organization
2. Differential assosiation
3. Cultural Conflik
A.d.1. Social Disorganisation
teori ini memfokuskan diri pada perkembangan area-area yang angka kejahatannya tinggi yang berkaitan dengan disintegrasi nilai-nilai konvensional yang disebabkan oleh industrilisasi yang cepat, peningkatan imigrasi dan urbanisasi.
Dari salah satu penelitian disimpulkan bahwa:
angka kejahatan tersebut secara berbeda sepanjang kota, dan area yang mempunyai angka kejahatan tinggi juga mempunyai angka problem kemasyarakatan seperti pembolosan, kerusakan mental dan kematian bayi yang juga tinggi.
kebanyakan deliquency terjadi diarea yang paling dekat dengan distrik pusat bisnis dan berkurang dengan semakin jauh dari pusat kota;
beberapa area secara konstan mengalami angka delinquency tinggi tidak peduli etnis mana yang membentuk populasi itu;
area yang tingkat delinquencynya tinggi ditandai oleh suatu presentasi imigran yang tinggi, bukan kalangan kulit putih, dan bukan keluarga berpendapatan rendah, serta angka kepemilikan rumahyang rendah;
didalam area yang ditingkat delinquency-nya tinggi ada penerimaan secara umum terhadap norma-norma non konvensional, tetapi norma-normaitu bersaing dengan norma-norma konvensional yang tetap dianut oleh sebagian penghuni area itu.
kritik terhadap teori disorganisation social
terlalu tergantung kepada data resmi yang sangat mungkin mencerminkan ketidaksukaan polisi pda lingkungan kumuh;
terlalu terfokus pada bagaimana pola-pola kejahatan ditransmisikan, bukan bagaimana ia dimulai pertama kali;
tidak dapat menjelaskan mengapa delinquency berhenti dan tidak menjadi kejahatan begitu mereka beranjak besar;
mengapa banyak orang di area yang “ socialy disorganised” tidak melakukan perbuatan jahat;
tidak menerangkan delinquency dikalangan menengah.
A.d.2. Defferencial Assosiation
Sutherland memperkenalkan teori Defferential Assosiation dalam buku teksnya Principles of Criminology pada tahun 1939, Defferential Assosiation didasarkan pada sembilan proposisi (dalil) yaitu:
Criminal behavior is learned ( tingkah laku dipelajari)
criminal behvior is learned in enteraction with other person in procss of comunication ( tingkah laku kriminal dipelejari dalam interaksi dengan orang lain dalam proses komunikasi) seseorang tidak begitu saja menjadi kriminal hanya karena hidup dalam suatu lingkungan yang kriminal. kejahatan dipelajari dengan partisipasi bersama orang lain baik dalam lingkungan komunikasi verbal maupun non verbal;
The principal part of the learning of kriminal behavior occurs within intimate personal groups ( bagian terpenting dari mempelajari tingkah laku kriminal itu terjadi didalam kelompok orang yang intim/ dekat).keluarga dan kawan-kawan dekat mempunyai pengaruh paling besar dalam mempelajari tingkah laku menyimpang. komunikasi-komunikasi mereka jauh lebih banyak daripada media masa, seperti film, televisi, dan surat kabar;
When criminal behavior is learned, the learning includes (a) techniques of comunicating the crime, which are sometimes very, complicated, sometimes very simple and (b) the specific direction of motives, drive, rationalization, and attitudes ( ketika tingkah laku kriminal dipelajari, pembelajaran itu termasuk (a) teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang sangat sulit dan kadang sangat mudah, dan (b) arah khusus dari motif-motif dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi, dan sikp-sikap). Deliquen muda bukan saja belajar bagaimana mencuri ditoko, membongkar kotak tetapi juga belajar bagaimna merasionalisasi dan membela tindakan-tindakan mereka.
The Specific direction of motives and drives is learned from definitions of the legal codes as favorable or un favorable ( arah khusus dari motif-motif dan dorongan-doronganitu dipelajari melalui devinisi-devinisi dari aturan-turn hukum apakah dia menguntungkan atau tidak) dibeberapa masyarakat seorang individu dikelilingi orang-orang yang tanpa kecuali mendevinisikan aturan-aturn hukum sebagai aturan yang harus dijalankan, sementara ditempat lain dia dielilingi oleh orang-orang yang definisinya menguntumgkan untuk melanggar aturan-aturan hukum. tidak setiap orang dalam masyrakat kita setuju bahwa hukum harus ditaati. bahwa hukum itu diangap tidak penting.
(pelanggaran lalu lintas)
A personbecomes deliquenct because of and exces of definition faforable to violation of law over definition unfavorable to violation of law (seseorang menjadi delinquent karena definisi-definisi yang menguntungkan untuk melanggar hukum lebih dari definisi-definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hukum). ini merupakn prinsip kunci dri defferential Assosiation, arah utama dri teori ini, dengan kata lain mempelajari tingkah laku kriminal bukanlah semata-mata persoalan hubungan dengan teman/kawan yang buruk tetapi mempelajari tingkah laku kriminal tergantung pada berapa banyak definisi yang kita pelajri yang menguntungkan untuk pelanggaran hukum sebagai lawan definisi yang tidak menguntungkan.
Differential Assosiation may vary in frequency, duration,priority and intencity ( Assosiasi deferential itu mungkin bermacam-macam dalam frekuensi/kekerapanya, lamanya, prioritasnya dan intensitasnya) tingkat dari asosiasi-asosiasi seseorang yang akan mengakibatkan kriminalitas berkaitan dengan kekerapan kontak, beberapa lamanya, dan arti dari asosiasi/definisi kepada individu.
The process of learning criminal behavior by assosiation with criminal and anticriminal pattern involves all of the mechanism that are involved in any other learning (proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui assosiasi dengan pola-pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang ada disetiap pembelajaran lain).
While criminal behavior is nd expression of general needs and values,it si not explained by those general needs and values, since non criminal behavior is and expression of the same needs and values (walaupun tingkah laku kriminal merupakan ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, tingkah laku kriminal itu tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai nilai umum tersebut, karena tingkah laku non kriminal juga ungkapan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama)
Pengujian terhadap teori Differential Association
Albert Reis dan A lewis menemukan bahwa kesempatan melakukan perbuatan delinquent tergantung pada apakah teman-temannya melakukan perbuatan yang sama;
Travis hirschi menunjukkan bagaimana anak laki-laki dengan teman-teman delinquent lebih mungkin untuk menjadi delinquent;
Kritik terhadap Teori Defferntial Association
apakah teori ini benar dapat menjelaskan semua kejahatan,mungkin ia dapat diterapkan untuk pencurian, tapi bagaimana dengan pembunuhan yang disebabkan oleh kemarahan karena cemburu;
mengapa beberapa orang yang mempelajari pola-pola perilaku kriminal tidak terlibat dalam perbuatan kriminal;
teori ini menjelaskan bagaimana tingkah laku kriminal dipelajari, tetapi ia tidak menjelaskan bagimana pertamakali teknik-teknik dan definisi kriminal itu ada ? atau dengan kata lain, teori ini tidak menjelaskan kepada kita bagaimana penjahat yang pertama menjadi penjahat.
A.d.3. Cultural Conflik Theorie
Setiap masyarakat tentunya memiliki “Conduct norm” sendiri sendiri, fungsi dari conduct norm tersebut adalah untuk mendefinisikan apa yang dianggap sebagai tingkah laku yang normal/baik dan apa yang dianggap sebagai tingkah laku yang tidak baik.
dari setiap kelompok memiliki conduct norm yang berbeda-beda, yang memungkinkan terjadinya pertentngan-pertentangan antara conduct norm yang satu dengan yang lainnya. seorang individu yang mengikuti conduct normnya dianggap melakukan kejahatan apabila norma-norma itu dipandang bertentangan dengan norma-norma yang lain.
menurut penjelasan teori ini perbedaan utama antara seseorang kriminal dengan non kriminal adalah bahwa masing-masing menganut perangkat conduct norm yang berbeda.
Sellin membedakan antara conflik primer dan konflik skunder. konflik primer: terjadi ketika norma-norma dari dua budaya bertentangan (Clash). pertentangan itu bisa terjadi diperbatasan antara area area budaya yang berdekatan; apabila hukum dari satu kelompok budaya meluas sehingga mencakup wilayah kelompok budaya yang lain: atau apabila anggota-anggota dari satu kelompok berpindah kebudaya yang lain.
konflik skunder: muncul jika satu budaya berkembang menjadi budaya yang berbeda-beda, masing-msing memiliki perangkat conduct norm-nyasendiri-sendiri. konflik jenis ini terjadi ketika satu masyarakat homogen atau sederhana menjadi masyarakat yang kompleks dimana sejumlah kelompok-kelompok sosial berkembang secara konstan dan norma-norma sering kali tertinggal.
3. TEORI LABELING (teori pemberian cap/label)
Teori labeling ini merupakan teori yang terinspirasi oleh bukunya Tannembaum yang berjudul crime and the cumunity menurutnya, kejahatan tidaklah sepenuhnya hasil dari kekurangmampuan seseorang untuk menyesuaikan dengan kelompok, akan tetapi dalam kenyataanya, ia dipaksa untuk menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya. sehingga di simpulkan bahwa kejahatan merupakan hasil dari konflik antara kelompok dengan masyarakatnya.
Pendekatan labeling dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label. (labeling sebagai akibat dari reaksi dari masyarakat.)
Efek lebeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya. ( persoalan kedua ini adalah bagaimana lebeling mempengaruhi seseorang yang terkena label.)
Dua konsep penting dalam teori labeling adalah:
Primary Devience yaitu: ditujukan pada perbuatan penyimpangan awal;
scondary devience adalah berkaita dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang sebagai akibat dari penangkapan dan cap sebagai penjahat;
kalau sekali saja cap atau status itu melekat pada diri seseorang maka sangat sulit seseorang untuk selanjutnya melepaskan diri dari cap tersebut, dan kemudian akan mengidentifikasikan dirinya dengan cap yang telah diberikan masyarakat terhadap dirinya.
sebagi contoh terjdinya scondary deviance yang diawali dengan Primary Devience,
seorang individu (anak)melakukan perbuatan menyimpang yang ringan (primary Devience) misalnya duduk ditempat yang lebih tingi dari orang tua;
akibatnya terjadi reaksi sosial yang informal dari masyarakat ; orang tua tadi marah dan mengatakan anak tadi tidak sopan;
individu (anak) tersebut melakukan pelanggaran aturan berikutnya dengan keluar masuk rumah orang tersebut tanpa permisi (primary devience);
selanjutnya terjadi peningkatan reaksi sosial; orang tua tadi mengatakan pada tetangga yang lain bahwa individu (anak) tersebut telah melakukan pencurian ringan (primary Devience)
akhirnya (anak) tadi diadili sebagai seorang Juvenile Delinquency di pengadilan;
anak muda tadidiberi label oleh pengadilan sebagai seorang yang nakal oleh pengadilan dan buruk oleh masyarakat;
anak muda tersebut mulai berpikir tentang dirinya mengapa label diberikan pada dirinya, karena sudah terlanjur akhirnya dia memilih untuk bergabung dengan anak-anak muda inconvensional lainnya;
anak muda dengan pergaulanya bersama pemuda yang delinquence terpengaruh untuk ikut melakukan kejahatan yang lebih serius misalkan merampok toko, bank (Scondary Devience)
anak muda tadi kembali diadili di pengadilan, mendapat lebih banyak lagi catatan kejahatan, sehingga semakin jauh dari masyarakat convensional dan menempuh jalan hidup yang sepenuhnya menyimpang.
anak muda dengan pergaulanya bersama pemuda yang delinquence terpengaruh untuk ikut melakukan kejahatan yang lebih serius misalkan merampok toko, bank (Scondary Devience)
anak muda tadi kembali diadili di pengadilan, mendapat lebih banyak lagi catatan kejahatan, sehingga semakin jauh dari masyarakat convensional dan menempuh jalan hidup yang sepenuhnya menyimpang.
Kritik terhadap teori Labeling
teori ini terlalu diterministik dan menolak pertanggungjawaban individual, penjahat bukanlah robot yang pasif dari reaksi masyarakat;
jika penyimpangan tingkah laku hanya merupakan persoalan reaksi masyarakat, maka bagaimana dengan bentuk kejahatan yang tidak diketahui, tidak terungkap pelakunya (Pelacuran dan korupsi);
teori ini sangat mengabaikan faktor penyebab awal dari munculnya penyimpangan tingkah laku;
4. TEORI PILIHAN RASIONAL
Pilihan rasional berarti pertimbangan-pertimbangan yang rasioanl dalam menentukan pilihan perilaku yang kriminal atau non kriminal. dengan kesadaran bahwa ada ancaman pidana apabila perbuatannya yang kriminal diketahui dan dirinya diproses melalui peradilan pidana. dengan demikian maka semua perilaku kriminal adalah keputusan-keputusan rasional. Hal ini mengingatkan pada teori pada kriminologi klasik, hedonisme misalnya.
C. Penggolongan Pendapat Tentang Sebab Musabab Kejahatan
1. Golongan salahmu sendiri
menurut golongan ini tidak perlu dicari sebab musabab kejahatan, karena setiap perbuatan yang dilakukan seseorang berdasarkan pertimbangan yang sadar yang telah diperhitungkan untung ruginya. golongan ini adalah rasioanalisme, hedonisme, utilitarianisme.
2. Golongan Tiada yang salah
menurut golongan in, seseorang yang melakukan kejahatan, memang ada sebabnya namun diluar kesadaran atau kemampuan untuk mengekangnya. seperti sering dikatakan orang yang berbuat jahat itu karena kemasukan setan terkena kekuasan kegelapan, kemudian dicetuskan oleh ahli-ahli psikiatri dan psikologi bahwa mereka yang berbuat jahat disebabkan oleh pada dirinya terdapat kondisi psiklogis abnormal.
3. Golongan Salah Lingkungan
menurut golongan ini sebab musabab adanya orang yang melakukan kejahatan terletak pada pengaruh-pengaruh lingkungan seperti, kondisi masyaakat yang tidak baik, faktor kemiskinan, sehingga semboyan golongan ini adalah bahwa dunia adalah lebih bertanggungjawab terhadap bagaimana jadinya saya, dari pada saya sendiri. makagolongan ini sangat bereaksi terhadap pendapat lombroso yang meletakkan pemikiranya pada sebab kejaatan oleh faktor antropologis atau bakat.
4. Golongan Kombinasi
golongan ini dipelopori oleh murid-murid lombroso yaitu Feryy. yang mengatakan bahwa sebab kejahatan terletak pada faktor Bio-Sosiologis tau bakat dan lingkungan yang sama-sama memberi pengaruh terhadap pribadi dan kondisi seseorang. sehingga rumusnya adalah:
K = B+L
K=Kejahatan
B= Bakat
L= Lingkungan
Namun menurut Bonger perlu ditambahkan menjadi:
K= (B+L) + L
yang mana L berikutnya adalah lingkungan keluarga, karena manusia masih sejak orok sudah dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya.
BAB III
KRIMINALISASI DAN DEKRIMINALISASI
Kriminalisasi dan dekriminalisasi merupakan satu proses kebijakan publik dalam rangka menyikapi suatu kejahatan,
A. Kriminalisasi
Kriminalisasi merupakan suatu proses penetapan suatu perbuatan orang sabagai perbuatan yang dapat dipidana, yang mana proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang dimna perbuatan itu diancam dengan sanksi yang berupa pidana. contoh dari Kriminalisasi disini adalah bahwa banyak sekali perbuatan-perbuatan yang semula bukan merupakan tindak pidana menjadi perbuatan pidana misalnya:
Kejahatan perbankkan
kejahatan korupsi
kejahatan money loundring
dalam RUU KUHP misalnya kriminalisasi delik kesusilaan
Ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh suatu negara sebelum melakukan kriminalisasi terhadap satu perbuatan (soedarto) yaitu:
Harus sesuai dengan Fungsi Hukum pidana sebagai Ultimum Remidium atau sebagai senjata pamungkas. Dalam penanggulangan kejahatan.
harus mempertimbangkan kemampuan SDM (aparat) yang akan menjalankan penegakan hukum terhadap Undang-undang yang telah ditetapkan.
harus didasarkan atas “kalkulasi” tentang biaya dan hasil yang akan dicapai.
harus mempertimbangkan efek yang akan timbul (baik terhadap pelaku, Korban maupun masyarakat) termasuk kalau perbuatan itu tidak dikriminalisasikan.
harus sesuai dengan perasaan yang hidup didalam masyarakat/ efek general prevention
harus merupakan perbuatan yang imoral/tidak bermoral(bersifat merusak atau tidak susila, mendatangkan kerugian materiil/sprituil atas warga masyarakat.
harus tidak sekedar sebagai reaksi atas satu masalah atau bahkan politisasi hukum pidana.
B. Dekriminalisasi
merupakan suatu proses dimana dihilangkanya sifat dapat dipidananya suatu perbuatan yang semula diancam pidana.
Contoh Dekriminalisasi adalah penghapusan beberapa pasal dalam KUHP misalnya penghapusan pasal 153 bis dan 153 ter, yang lebih jelasnya isinya mengenai pasal 153 Bis.
“ Barang siapa sengaja menyatakan secara lisan, tertulis atau dengan gambar yang berisi penganjuran (pendorongan) atau penghangatan, baik secara langsung, secara bersyarat atau secara terselubung, untuk menggangguketertiban umum atau untuk menggulingkan ataupun untuk menyerang penguasa di Nederland atau Hindia Belanda, dipidana penjara setinggi-tingginya enam tahun atau denda setinggi-tingginya tiga ratus rupiah”
Di Indonesia proses kriminalisasi ini sudah berlangsung sejak lama dan terus menerus hingga sekarang namun dalam proses Dekriminalisasi baru dilakukan pada saat-saat permulaan berdirinya Negara Indonesia. Kriminalisasi dan dekriminalisasi ini sangat terkait dengan posisi Kriminologi dengan Sistem Peradilan Pidana. sebelum lebih jauh membahas tentang Fungsi kriminologi dalam sistem peradilan pidana maka harus dilihat dahulu sistem peradilan pidana itu apa ?
sistem adalah suatu susunan/ tatanan yang teratur suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain tersusun menurut suatu rencana atau pola untuk mencapai tujuan. sistem peradilan pidana dapat diartikan sebagai satu susunan yang menyeluruh mengenai suatu proses penyelesaian perkara pidana melalui lembaga tertentu.
Kriminologi berfungsi sebagai Ilmu Bantu dalam Proses penyelesaian perkara pidana melalui sistem peradilan pidana
BAB IV
KEJAHATAN DAN KEKERASAN
Kejahatan merupakan fenomena social yang selalu terjadi disetiap lapisan masyarakat manapun. Keberadaan kejahatan ini ada sejak manusia itu sendiri ada didunia, atau dengan kata lain sejak ada manusia maka kejahatan itu pun ada. Manusia sebagai mahkluk yang memiliki dua sisi yaitu sisi akal dan nafsu, sehingga dengan dua sisi itu manusia sangat ditentukan oleh mana yang paling dominan diantara keduannya.
Selain itu kejahatan bukan saja berasal dari dorongan dirinya sendiri tetapi juga karena adanya kekuatan dari luar yang mengharuskan dia melakukan atau tidak melakukan kejahatan. Sehingga seharusnya pun hukum pidana sebagai sarana penyelesaian kejahatan harus bisa membedakan hal tersebut.
Kejahatan dan kekerasan sepintas lalu sepertinya merupakan satau kesatuan yang tidak terpisah, namun perlu dibedakan dua hal tersebut, karena memang keduannya sangat berbeda. Pemahaman dimasyarakat, sering menganggap bahwa setiap kekerasan itu pasti merupakan kejahatan. Namun apakah demikian ?, kekerasan tidak selalu dipersepsikan dengan kejahatan kerena memang kekerasan ada yang bukan merupakan kejahatan. Misalnya latihan militer. Dan pertandingan tinju, pencak silat dan sebagainya.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan kekerasan sebagai suatu kejahatan adalah kekerasan yang dilakukan karena melanggar undang-undang atau melanggar norma-norma yang ada dimasyarakat.
Kekerasan yang berkembang di masyarakat sangat bermacam-macam tergantung dari siapa yang melakukan, melihat kejahatan kekerasan ini maka tipe kejahatan kekerasan dapat dibagi menjadi tiga kelompk yaitu:
a. Kekerasan Individual;
Kekerasan individual kekerasan yang muncul dari niat-niat personal yang dalam perwujudan tindakkannya terkadang dilakukan oleh beberapa orang atau dilakukan sendiri. Kejahatan yang seperti ini sudah banyak diatur dalam KUHP, seperti Pembunuhan , perkosaan, pencurian, dan sebagainya.
Kekerasan individual ini banyak yang sudah berkembang, yang sebab musababnya bukan sekedar persoalan umumnya, namun karena persoalan-persoalan yang lain yang terkadang sulit untuk dimengerti, misalnya kejahatan pembunuhan dengan mutilasi, memakan daging manusia, dan lain sebagainya. Hal ini bermacam-macam alasan pelaku melakukan kejahatan kekerasan tersebut, Ada yang melakukan kekerasan karena factor ingin cepat kaya, atau sedang melakukan ritual untuk mendapatkan kesaktian seperti sumanto misalnya. Lepas dari persoalan apa motifasi pelaku yang jelas kekerasanindividu yang dilakukan karena melanggar ketentuan undang-undang atau norma masyarakat maka disebut sebagai kejahatan
Kekerasan individual ini merupakan kejahatan yang dapat dikatakan kejahatan konvensional atau kejahatan biasa, yang sebab musababnya pun secara umum sudah dapat di ketahui. Seperti kejahatan perkosaan tentunya sebab terjadinya kejahatan ini adalah karena ketidak mampuannya menahan gejolak nafsu sahwat, selain itu juga ada pengaruh dari luar, misalnya peranan korban sendiri walaupun tidak selamanya korban juga ikut berperan.
b. kekerasan kelompok
Yang dimasud dengan kekerasan kelompok adalah kekerasan yang niat dan tujuannya dikelola oleh kelompok tertentu walaupun pelakunya secara individu namun dia digerakkan oleh kelompok. didasarkan oleh keyakinan terhadap sesuatu kebenaran atau sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan. Biasanya bentuk kebenaran yang dipegang adalah kebenaran secara subjektif.
Kelompok-kelompok seperti ini biasanya melakukan kejahatannya di objek-objek yang dianggap dapat mengundang perhatian masyarakat atau pemerintah. Gerakan yang dilakukan merupakan gerakan berbentuk jaringan baik internasional maupun nasional, internasional misalnya apa yang disebut sebagai Terorisme, sedangkan yang nasional dilakukan oleh gerakan-gerakan separatis seperti GAM RMS dan sebagainya. Apa yang menyebabkan kekerasan kelompok ini terjadi ? kekerasan kelompok ini terjadi biasanya ada nilai yang tidak diakui oleh Negara atau masyarakat. Atau terdapat satu tujuan untuk menguasai dan merubah hukum. Gerakan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang militant, berani dan yakin dengan kebenaran yang dianut.
Apa yang harus dilakukan oleh masyarakat jika terjadi demikian? Sudah jelas itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang dan dikatakan kejahatan, bagi masyarakat diharapkan untuk waspada dan tidak terpengaruh dengan provokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
c. kekerasan structural.
Kekerasan structural ini merupakan kekerasan yang dilakukan secara terstruktur yang dikomandoi oleh satu pimpinan tertentu disuatu Negara atau dari unsure Negara. Kekerasan structural seperti ini dilakukan biasanya pada saat pergantian rezim, atau karena militer sebagai tangan kanan pemerintah menjaga ketertiban serta kedaulatan Negara dengan melakukan pembantaian, serta menghabisi kelompok-kelompok tertentu.
Kekerasan structural ini umumnya dilakukan oleh militer dan dilaksanakan atas komando pimpinannya. Dalam hal ini tentunya pertanggungjawabannya pun akan berbeda dengan kekerasan biasa, dalam hal ini ada pertanggungjawaban komando.
Di dunia kekerasan structural ini sering terjadi dinegara-negara seperti Indonesia sehingga sering disebut sebagai pelanggaran HAM. Pelangaran HAM ini mendapat reaksi keras baik dari masyarakat internasional maupun nasional. Sehingga mengharusnya penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM ini diselesaiakan secara hukum.
Apakah semua kejahatan kekerasan structural ini dapat diselesaiakan dengan hukum ? khusus untuk kekerasan structural ini masyarakat menganggap bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan yang tidak dapat diampuni maka tindakan ini untuk dapat dikatakan sebagai kejahatan tidak perlu harus melanggar Undang undang, karena kekerasan structural ini dikatakan sebagai kekerasan yang luar biasa. Maka asas-asas dalam Hukum misalnya asas legalitas harus dikesampingkan.
Oleh sebab kekerasan structural tadi dianggap kekerasan luar biasa maka dalam kasus-kasus pelanggaran HAM baik yang terjadi sebelum ada undang-undang maupun setelah adanya undang-undang harus diadili sesuai dengan keinginan masyarakat. Kekerasan structural yang termasuk kejahatan pelanggaran HAM yang terjadi setelah adanya undang-undang dapat diselesaiakan melalui pengadilan HAM namun yang terjadi sebelum adanya Undang-undang diselesaiakan dengan Pengadilan HAM Ad hoc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar